-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Mengintegrasikan Konsep Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara dalam Pembelajaran IPA Terpadu di Sekolah Dasar pada Era Digital

Jumat, 14 Juni 2024 | Juni 14, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-14T22:25:30Z

Mengintegrasikan Konsep Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara dalam Pembelajaran IPA Terpadu di Sekolah Dasar pada Era Digital 

By Atikah Salsabila (2022015039) 



Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang pahlawan yang sangat berjasa dalam dunia pendidikan. Tak terhitung hasil pemikiran beliau yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan serta kemajuan dalam bidang pendidikan di negara kita tercinta. Melihat jasanya yang begitu luar biasa, beliau diberikan penghargaan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia karena banyaknya sumbangsih dan jasa beliau persembahkan pada duniapendidikan. Selain gagasannya tentang sistem pendidikan, beliau juga mengemukakan gagasannya tentang Pendidikan karakter. Beliau memberikan berbagai gambaran mengenai implementasi Pendidikan karakter yang bisa diterapkan di sekolah-sekolah kepada para siswa melalui pembiasaan (Onde et al., 2020). 

Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan adalah suatu proses mengajak manusia terhindar dari kebodohan. Pendidikan juga dikatakan sebagai usaha untuk memperbaiki budi pekerti, pikiran, dan jasamani agar dapat mewujudkan kesempurnaan hidup. Dengan kata lain proses pendidikan yang dilakukan dapat menghidupkan proses pendidikan siswa dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman dimana kehidupan siswa tinggal dalam masyarakat sehingga selaras dengan dunia siswa. Hal yang tidak luput dari perhatian dalam proses pendidikan adalah pembentukan karakter siswa. Pembentukan karakter siswa hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan karakter. Karakter merupakan ciri khas yang melekat pada diri seseorang sehingga karakter ini menjadi sangat penting bagi identitas seorang individu (Angga et al., 2022). Banyak orang yang mengatakan bahwa pendidikan karakter lebih sering dikatakan pendidikan budi pekerti. Biasanya berkaitan dengan pengetauhuan, hati, dan perilaku. Sejalan dengan hal tersebut, Samani dan Hariyanto dalam (Zulfiati, 2019) pendidikan karakter adalah pemberian keteladanan kepada siswa untuk menjadi manusia yang utuh yang memiliki karakter dalam berbagai sudut yaitu hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Sejalan dengan arti mengenai pendidikan karakter di atas, maka kesimpulannya bahwa pendidikan karkater merupakan sistem pendidikan budi pekerti untuk menuntun siswa sesuai kodratnya dan membentuk siswa menjadi manusia yang berkarakter melalui proses pendidikan dengan mengintegrasikan kecerdasan dan kepribadian sehingga tercipta kebiasaan baik dalam diri siswa agar dapat menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini. Pendidikan karakter pertama dan utama adalah keluarga. sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa dimana pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan. Tugas guru di sekolah tidak hanya transfer ilmu pengetahuan semata melainkan guru harus mampu membentuk karakter siswa apalagi di sekolah dasar yang notabene merupakan sekolah formal pertama bagi siswa, (Lestari & Mustika, 2021). hal tersebut dikarenakan kunci keberhasilan pendidikan Indonesia salah satunya adalah melalui pendidikan karakter, (Faiz et al., 2021). Begitu pentingnya pendidikan karakter di sekolah dasar menuntut guru untuk mampu melaksanakan pendidikan karakter dengan sebaik-baiknya. 

Mata pelajaran IPA adalah suatu mata pelajaran yang memuat kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya(Jannah et al., 2018).Hal ini berarti dimasukkannya nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran di kelas, baik materi maupun proses pembelajaran yang terjadi, sehingga diharapkan nilai-nilai itu akan tertanam dengan baik pada siswa, yang pada akhirnya akan terbentuk menjadi sebuah karakter. Dalam era globalisasi dan teknologi yang semakin canggih, pendidikan memiliki peran vital dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi mendatang. Di tengah perkembangan ini, nilai-nilai kearifan lokal dan ajaran tokoh pendidikan nasional sering kali terlupakan. Salah satu tokoh yang memiliki warisan pendidikan yang kaya dan relevan hingga kini adalah Ki Hajar Dewantara. Sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara menekankan pendidikan yang berpusat pada anak, dengan fokus pada pengembangan karakter, budi pekerti, dan nilai-nilai kemanusiaan. Menintegrasikan konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar pada era digital bukan hanya sebuah inovasi pendidikan, melainkan sebuah keharusan dalam upaya membentuk generasi yang unggul secara akademis dan berkarakter mulia. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus mampu menumbuhkan potensi setiap anak secara holistik, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip beliau dalam kurikulum IPA dapat menciptakan lingkungan belajar yang komprehensif dan humanis. Mengimplementasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar juga membantu dalam membangun budaya belajar yang inklusif dan demokratis. Setiap siswa dihargai sebagai individu yang unik dengan potensi masing-masing, yang berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan yang adil dan merata yang selalu diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Dalam konteks ini, pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak hanya ditujukan untuk mencapai kompetensi akademis semata, tetapi juga untuk membentuk karakter siswa agar menjadi individu yang berpikiran kritis, berperilaku etis, dan berjiwa sosial. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara, kita tidak hanya menghormati warisan pendidikan nasional, tetapi juga mempersiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan dengan bekal ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang seimbang. 

Mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar merupakan pendekatan yang sangat penting dan mendasar untuk menciptakan pendidikan yang menyeluruh, seimbang, dan bermakna. Nilainilai yang diwariskan oleh Ki Hajar Dewantara, seperti pendidikan yang berpusat pada anak, pembentukan karakter yang kuat, serta penghargaan terhadap kearifan lokal dan budaya bangsa, menawarkan panduan yang kaya dan relevan dalam konteks pendidikan modern. Dalam pembelajaran IPA, penerapan nilai-nilai ini dapat menghasilkan pendekatan yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis dan pemahaman konsep-konsep ilmiah, tetapi juga menekankan pada pengembangan budi pekerti, etika, dan tanggung jawab sosial. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara, siswa didorong untuk menjadi pembelajar yang aktif, kritis, dan kreatif, yang tidak hanya mampu memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan alam, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Pendekatan ini menekankan pentingnya pengalaman belajar yang holistik, di mana siswa terlibat secara emosional, intelektual, dan sosial, sehingga pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermakna. 

Lebih lanjut, integrasi nilai-nilai ini dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar dapat membantu membangun budaya belajar yang inklusif dan demokratis, di mana setiap siswa dihargai sebagai individu yang unik dengan potensi masing-masing. Pendekatan ini mengajarkan siswa untuk menghargai perbedaan, bekerja sama, dan menghormati hak-hak orang lain, sejalan dengan semangat "Tut Wuri Handayani" yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu "di belakang memberi dorongan". Guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk mengeksplorasi dan menemukan pengetahuan mereka sendiri, sambil tetap memberikan bimbingan dan dukungan yang dibutuhkan. Dalam konteks ini, pembelajaran IPA di sekolah dasar menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Siswa tidak hanya belajar tentang fenomena alam dan prinsip-prinsip ilmiah, tetapi juga memahami implikasi etis dan sosial dari ilmu pengetahuan tersebut. Dengan demikian, mereka dipersiapkan untuk menjadi warga negara yang sadar lingkungan, bertanggung jawab, dan berkontribusi positif terhadap masyarakat. Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar bukan hanya sebuah inovasi pendidikan, tetapi sebuah keharusan untuk menciptakan sistem pendidikan yang holistik dan berkelanjutan. Hal ini penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki karakter yang kuat, jiwa kemanusiaan yang mendalam, dan kesadaran ekologis yang tinggi. Integrasi ini dapat mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global dengan bekal ilmu pengetahuan yang solid serta moralitas yang kokoh, sehingga mampu berperan aktif dalam membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat. 

Integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar menawarkan sejumlah keunggulan yang tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga membentuk karakter siswa yang holistik. Berikut adalah beberapa argumen yang mendukung pentingnya integrasi ini: 

  1. Pendidikan Holistik Berbasis Nilai Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan yang mengembangkan seluruh aspek kepribadian anak: intelektual, emosional, dan moral. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam pembelajaran IPA, pendidikan tidak hanya fokus pada pengetahuan ilmiah tetapi juga pada pengembangan karakter dan budi pekerti. Siswa belajar untuk menghargai kebenaran ilmiah sambil menginternalisasi nilai-nilai etika dan moral, yang sangat penting untuk membentuk individu yang berintegritas. 
  2. Pengembangan Karakter dan Kepedulian Lingkungan Pembelajaran IPA yang terintegrasi dengan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara menekankan pada pengembangan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Misalnya, saat belajar tentang ekosistem, siswa tidak hanya memahami konsep biologis tetapi juga didorong untuk mempraktikkan perilaku ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan prinsip Dewantara tentang pendidikan yang memanusiakan manusia dan mendidik anak untuk peduli terhadap alam dan sesamanya. 
  3. Pendekatan Belajar Aktif dan Partisipatif Prinsip "Tut Wuri Handayani" menekankan pentingnya peran guru sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk belajar secara mandiri dan kritis. Dalam pembelajaran IPA, siswa didorong untuk melakukan eksperimen, bertanya, dan mencari jawaban sendiri. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konseptual tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif, yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan abad 21.
  4. Pembelajaran Kontekstual dan Relevan Nilai-nilai Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya kearifan lokal dan konteks budaya dalam pendidikan. Pembelajaran IPA yang terintegrasi dengan kearifan lokal membuat materi pelajaran lebih relevan dan mudah dipahami oleh siswa. Misalnya, mempelajari proses fotosintesis melalui pengamatan langsung terhadap tanaman lokal di sekitar sekolah. Pendekatan kontekstual ini membantu siswa mengaitkan pengetahuan ilmiah dengan pengalaman sehari-hari mereka. 
  5. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif Ki Hajar Dewantara percaya bahwa setiap anak memiliki potensi yang unik dan harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Dalam pembelajaran IPA, hal ini dapat diimplementasikan dengan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar, tanpa memandang latar belakang atau kemampuan awal mereka. Lingkungan belajar yang inklusif dan suportif ini membantu mengembangkan rasa percaya diri dan menghargai perbedaan.
  6. Mempersiapkan Siswa Menghadapi Tantangan Global Dengan menginternalisasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara, siswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan ilmiah tetapi juga dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Mereka belajar untuk menjadi warga dunia yang bertanggung jawab, dengan kesadaran sosial dan lingkungan yang tinggi. Pendidikan IPA yang mengintegrasikan nilai-nilai ini mempersiapkan siswa untuk berkontribusi positif dalam masyarakat global yang kompleks dan dinamis.
  7. Mengajarkan Kepemimpinan dan Kerjasama Pembelajaran yang berbasis pada nilai-nilai Dewantara juga mengajarkan pentingnya kerjasama dan kepemimpinan. Siswa diajak untuk bekerja dalam kelompok, berbagi ide, dan memecahkan masalah bersama-sama. Nilai-nilai ini sangat penting dalam membentuk kemampuan kepemimpinan yang beretika dan kolaboratif, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja dan kehidupan sosial. 
  8. Peningkatan Motivasi dan Keterlibatan Siswa Dengan pendekatan yang menghargai individualitas dan memberikan ruang bagi eksplorasi mandiri, siswa menjadi lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar. Mereka merasa dihargai dan didukung, yang pada gilirannya meningkatkan minat dan antusiasme mereka terhadap pembelajaran IPA. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah langkah yang strategis dan relevan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendekatan ini tidak hanya memastikan bahwa siswa mendapatkan pemahaman ilmiah yang kuat tetapi juga membentuk karakter mereka menjadi individu yang beretika, bertanggung jawab, dan peduli terhadap lingkungan dan sesama. Dengan demikian, pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai ini mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi masa depan dengan bekal yang lengkap dan seimbang, baik dari segi intelektual maupun moral. Meskipun dengan mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar memiliki banyak pendukung dan manfaat yang jelas, ada juga sejumlah argumen yang menentang pendekatan ini. 
Berikut adalah beberapa poin refutasi yang mempertimbangkan tantangan dan potensi kelemahan dalam penerapan nilai-nilai ini: 

  1. Keterbatasan Kurikulum dan Waktu Pembelajaran Mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara ke dalam pembelajaran IPA mungkin memerlukan waktu dan sumber daya tambahan yang signifikan. Kurikulum yang sudah padat bisa semakin terbebani dengan penambahan materi etika dan karakter, yang berpotensi mengurangi waktu yang tersedia untuk pengajaran konsep-konsep ilmiah inti. Hal ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengetahuan siswa terhadap materi IPA yang lebih mendalam dan rinci. 
  2. Kesulitan dalam Implementasi Praktis Mengimplementasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pengajaran IPA bisa menjadi tantangan besar bagi guru. Tidak semua guru mungkin memiliki pemahaman yang mendalam tentang filosofi Ki Hajar Dewantara atau cara efektif untuk mengintegrasikannya dalam pembelajaran IPA. Pelatihan dan pengembangan profesional yang intensif diperlukan, yang bisa menjadi beban tambahan bagi sistem pendidikan yang sudah memiliki banyak tuntutan. 
  3. Kurangnya Sumber Daya dan Dukungan Tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang memadai untuk mendukung integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA. Sekolah-sekolah di daerah terpencil atau dengan keterbatasan dana mungkin kesulitan menyediakan materi, alat peraga, dan fasilitas yang mendukung pendekatan ini. Selain itu, dukungan dari pemerintah dan lembaga pendidikan sering kali tidak merata, menyebabkan kesenjangan dalam implementasi di berbagai daerah. 
  4. Potensi Pengaburan Fokus Akademis Pendekatan yang terlalu berfokus pada pengembangan karakter dan etika mungkin mengaburkan fokus utama dari pembelajaran IPA itu sendiri. IPA adalah mata pelajaran yang berbasis pada pengetahuan dan metode ilmiah yang membutuhkan pendekatan analitis dan eksperimental yang kuat. Terlalu banyak penekanan pada nilai-nilai moral dan karakter bisa membuat pembelajaran IPA kehilangan esensinya sebagai ilmu yang berbasis pada fakta dan bukti empiris. 
  5. Kesulitan dalam Evaluasi dan Pengukuran Mengukur keberhasilan integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA bisa menjadi tugas yang sulit. Penilaian terhadap pengetahuan ilmiah biasanya cukup jelas dan terukur, namun penilaian terhadap pengembangan karakter dan budi pekerti lebih subjektif dan sulit untuk dikuantifikasi. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan dalam menentukan efektivitas dan keberhasilan pendekatan ini. 
  6. Perbedaan Interpretasi Nilai-Nilai Nilai-nilai Ki Hajar Dewantara, meskipun dihormati, bisa diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh berbagai pihak. Perbedaan interpretasi ini bisa menyebabkan inkonsistensi dalam penerapan di lapangan. Satu guru mungkin memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dengan cara yang berbeda dari guru lainnya, yang bisa menyebabkan ketidakseragaman dalam pengalaman belajar siswa. 
  7. Resistensi terhadap Perubahan Banyak sekolah dan guru mungkin resistif terhadap perubahan, terutama jika mereka sudah terbiasa dengan metode pengajaran tradisional. Memperkenalkan pendekatan baru yang melibatkan integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara bisa menghadapi perlawanan, terutama jika tidak ada pemahaman yang jelas tentang manfaat dan cara implementasinya. Ini bisa menghambat proses adopsi dan penerapan yang efektif. 
  8. Kemungkinan Keterbatasan Relevansi Kontemporer Meskipun nilai-nilai Ki Hajar Dewantara sangat relevan pada zamannya, ada argumen yang menyatakan bahwa beberapa prinsipnya mungkin kurang sesuai dengan tantangan pendidikan kontemporer yang sangat dinamis dan dipengaruhi oleh teknologi modern. Ada kebutuhan untuk memastikan bahwa nilai-nilai ini diadaptasi secara kontekstual agar tetap relevan dengan kebutuhan dan tantangan siswa saat ini. Kesimpulan Integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar memang menawarkan banyak potensi manfaat, namun juga menghadapi berbagai tantangan dan kelemahan yang signifikan. Keterbatasan kurikulum, kesulitan dalam implementasi praktis, kurangnya sumber daya, potensi pengaburan fokus akademis, kesulitan dalam evaluasi, perbedaan interpretasi, resistensi terhadap perubahan, dan relevansi kontemporer adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. Oleh karena itu, pendekatan ini memerlukan perencanaan yang matang, dukungan yang memadai, dan fleksibilitas dalam pelaksanaan agar dapat berhasil dan memberikan manfaat yang maksimal bagi siswa. 
Kesimpulan dari integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar mencerminkan sebuah langkah progresif menuju pendidikan yang holistik dan berorientasi pada pembentukan karakter siswa yang utuh. Menggabungkan filosofi Ki Hajar Dewantara dengan kurikulum IPA tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan kompetensi akademis siswa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan kearifan lokal yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Membangun Pendidikan yang Menyeluruh Integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara menciptakan pendekatan pendidikan yang menyeluruh, di mana aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa diperhatikan secara seimbang. Dengan demikian, pembelajaran IPA tidak hanya berfokus pada pemahaman konsep-konsep ilmiah, tetapi juga mengembangkan sikap dan perilaku yang positif, seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab, dan cinta lingkungan. Pendidikan semacam ini membantu siswa menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bermoral dan beretika. Peningkatan Motivasi dan Keterlibatan Siswa Pendekatan yang menghargai individualitas dan memberikan ruang bagi eksplorasi mandiri meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses belajar. Dengan metode yang lebih partisipatif dan interaktif, siswa merasa lebih dihargai dan didukung, sehingga minat dan antusiasme mereka terhadap pembelajaran IPA meningkat. Mereka diajak untuk berpikir kritis dan kreatif, mengembangkan kemampuan problem solving yang akan sangat berguna di masa depan. Menyediakan Dasar yang Kuat untuk Pendidikan Karakter Nilai-nilai Ki Hajar Dewantara yang menekankan pada pendidikan karakter memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan budi pekerti dan etika siswa. 

Dalam pembelajaran IPA, nilai-nilai ini bisa diterapkan melalui berbagai kegiatan yang menekankan kerjasama, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar tentang ilmu pengetahuan tetapi juga tentang bagaimana menjadi individu yang baik dan bertanggung jawab. Tantangan Implementasi dan Solusinya Meskipun integrasi ini memiliki banyak keuntungan, tantangan dalam implementasinya tidak bisa diabaikan. Kurikulum yang sudah padat, keterbatasan sumber daya, dan perbedaan interpretasi nilai-nilai bisa menjadi hambatan yang signifikan. Namun, dengan perencanaan yang matang, pelatihan guru yang memadai, dan dukungan yang kuat dari semua pihak terkait, tantangan-tantangan ini dapat diatasi. Penting untuk mengembangkan strategi implementasi yang fleksibel dan adaptif agar nilai-nilai ini dapat diintegrasikan secara efektif dalam pembelajaran IPA. 

Relevansi Nilai-Nilai Ki Hajar Dewantara di Era Modern Nilai-nilai Ki Hajar Dewantara tetap relevan di era modern ini, namun perlu diadaptasi sesuai dengan konteks pendidikan saat ini yang sangat dipengaruhi oleh teknologi dan globalisasi. Pendidikan yang berakar pada kearifan lokal namun tetap terbuka terhadap perkembangan global memberikan siswa bekal yang kuat untuk menghadapi tantangan masa depan. Mengadaptasi nilai-nilai ini dengan konteks modern memastikan bahwa siswa tidak hanya memahami nilai-nilai tersebut tetapi juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks. Integrasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah langkah penting dan strategis untuk menciptakan pendidikan yang holistik, seimbang, dan bermakna. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar siswa tetapi juga membentuk mereka menjadi individu yang berkarakter, bertanggung jawab, dan peduli terhadap lingkungan. Meskipun ada tantangan dalam implementasinya, dengan dukungan dan kerjasama yang kuat dari semua pihak terkait, pendekatan ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran IPA harus terus didorong dan diimplementasikan dengan baik agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi dan mulia. 

DAFTAR PUSTAKA 

Suryana, Cucu, and Tatang Muhtar. "Implementasi Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara di Sekolah Dasar pada Era Digital." Jurnal Basicedu 6.4 (2022): 6117- 6131. 

Taher, Rahma, Irda Murni, and Nevi Yarni. "Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar." Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 8.1 (2023): 731-744.

×
Berita Terbaru Update