Penulis: Galuh Nurwahidah (2024015113)
Pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam mencapai generasi emas Indonesia di Tahun 2045 mendatang. Komponen-komponen seperti pemerintah, guru,dan siswa yang ada di dalam pendidikan harus saling mendukung satu sama lain, karena merekalah yang paling menentukan pendidikan seperti apa yang harus kita terapkan di Indonesia untuk mencapai generasi emas tersebut. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir. Pendidikan tidak sekadar dimaknai dengan transfer akademik (keilmuan) saja, melainkan dilengkapi dengan karakter.
Di tengah tantangan ini, konsep pendidikan berbasis nilai dan karakter menjadi relevan. Salah satu model pendidikan yang dapat menjadi solusi adalah Pendidikan Taman Siswa yang dirintis oleh Ki Hajar Dewantara. Filosofi Taman Siswa menekankan pembentukan karakter, kemandirian, dan cinta tanah air, semua hal yang dibutuhkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Seperti yang di jelaskan pada filosofi Pendidikan Tamansiswa yang didasarkan pada prinsip-prinsip:
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
Semboyan tersebut memberikan keleluasaan bagi para guru maupun pendidik untuk mengembangkan kreativitas yang dimiliki agar dapat membantu siswa belajar dengan cara yang lebih menyenangkan. Bukan hanya itu, semboyan ini juga berlaku bagi pemimpin maupun rekan kerja yang diharapkan dapat memotivasi rekan kerja lainnya agar bisa bersama-sama berkembang dan terus maju menjadi lebih baik.
Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi)
Melalui hasil observasi yang telah dilakukan dengan menggunakan penialian pendidikan karakter. Diketahui bahwa penerapan niteni, niroakke, nambahi untuk pendidikan karakter efektif dalam pelaksanaannya. Dengan menggunakan metode ini dapat mendorong siswa untuk belajar melalui pengamatan, peniruan, dan inovasi.
Tri-Pusat Pendidikan
Tri-pusat pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam pembentukan karakter. Karena Karena, dalam pembentukan karakter, perlu adanya kerjasama dari berbagai lingkungan pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, pendidikan dalam sekolah, dan pendidikan dalam masyarakat. Dengan adanya kerjasama antara pendidikan dalam keluarga, pendidikan dalam sekolah dan pendidikan dalam masyarakat akan dapat menanamkan nilai-nilai karakter dengan baik sehingga dapat membentuk karakter Pada diri Seorang anak yang berkarakter.
Pendidikan Holistik dan Berbasis Kebudayan
Melalui hasil observasi, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebudayaan dan kebangsaan. Pendidikan Tamansiswa dapat menjadi solusi untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Karena konsep dasar yang digunakan tamansiswa bukan hanya kebudayaan saja tetapi juga Pendidikan, kebangsaan sistem kemasyarakatan dan sistem ekonomi kerakyatan. kegunaan konsep dasar kebudayaan tamansiswa adalah supaya bangsa ini tidak kehilangan jati diri, tetap menjaga keutuhan dalam berbangsa dan bernegara, menjalankan pendidikan untuk mencapai kemajuan, menciptakan keharmonisan dalam masyarakat dan menghindari kesenjangan ekonomi dalam berwarganegara.
Kebudayaan Tamansiswa terdiri dari bebrapa konsep pengembangan yang mengikutsertakan seluruh kebudayaan daerah diantaranya:
Konsep Trikon
Konsep trikon meliputi kontinu (berkesinambungan), konvergen (mengambil dari berbagai sumber), dan konsentris (tetap berdasarkan karakter budaya sendiri). Kontinu berarti pendidikan harus berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Misalnya, pembelajaran yang didapat di sekolah harus dapat dihubungkan dengan aktivitas di rumah atau di masyarakat, sehingga tercipta kesinambungan antara teori dan praktik. Konvergensi mengacu pada penggabungan berbagai sumber dan metode belajar untuk mencapai pemahaman yang lebih komprehensif. Misalnya, kurikulum dapat mengintegrasikan pelajaran sains dengan seni, atau menggabungkan teori dengan praktik langsung di lapanganKonsentrisitas menekankan pentingnya pendidikan yang berakar pada karakter budaya sendiri. Pendidikan harus menghargai dan mengembangkan identitas budaya lokal, sekaligus terbuka terhadap pengaruh positif dari budaya lain. Misalnya,dalam pengembangan budaya peserta didik tumbuh dengan pemahaman yang kuat dengan jati diri dan nilai-nilai budaya bangsa, sehingga mampu menghadapi globalisasi tanpa kehilangan identitas
Konsep trikon mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang mengisi kepala dengan pengetahuan. Namun juga tentang membentuk karakter dan identitas. Dengan menerapkan prinsip kontinuitas, konvergensi, dan konsentrisitas, pendidikan dapat menjadi alat yang efektif untuk menciptakan generasi yang cerdas, berkarakter, dan berbudaya. Asas ini memberikan panduan bagi pendidik.
Konsep Trisakti
Konsep Tri Sakti merupakan salah satu konsep pendidikan yang dianut oleh Tamansiswa, yaitu cipta, rasa, dan krasa. Maksudnya adalah, dalam melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat didalam dirinya. Konsep ini merupakan bagian dari upaya Ki Hajar Dewantara untuk menerapkan pendidikan yang berlandaskan pada kodrat alam.
Konsep Tri Sakti mengandung makna bahwa pembelajaran harus mengembangkan kreativitas mahasiswa yang merefleksikan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut perlu diasah dengan baik agar mengurangi kecenderungan untuk berperilaku menyimpang, terutama pada remaja.
Konsep Trihayu
Konsep trihayu meliputi memayu hayuning saliro, dan memayu hayuning menungso, memayu hayuning bongso. Menurut Ki Hadjar Dewantara (2013), Tri Hayu memiliki tiga aspek yaitu, Memayuhayuning saliro membahagiakan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan yang berlandaskan hidup merdeka dan sesuai kodrat Tuhan dengan batasan-batasan hukum yang berlaku. Memayu hayuning manungsa adalah membahagiakan manusia pada umumnya seperti bersosialisasi, gotong royong dan donasi. Tujuan dari memayu hayuning manungsa yaitu untuk menjaga perdamian dan kerukunan antar sesama manusia. Memayu hayuning bangsa adalah membahagiakan kehidupan bangsa seperti belajar dengan rajin, menerima pembaharuan teknologi, dan melakukan kemajuan-kemajuan dalam banyak bidang untuk menjadikan negara maju dengan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki.
Trilogi kepemimpinan
Kepemimpinan yang ada di Perguruan Tamansiswa sangat tinggi dalam kaitan untuk menumbuhkan dan mengembangkan komitmen kepemimpinan. Tamansiswa mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kepemimpinan dengan adanya instrumen : Sifat, Bentuk, Isi, dan Irama (SBII). Sifat / hakekat yang senantiasa lestari dan tidak berubah, sedangkan bentuk, isi, irama boleh berubah sesuai dengan perkembangan atau kemajuan jaman. Pola kepemimpinan di Tamansiswa mempunyai relevansi yang kuat terhadap penyelenggaraan dan pelayanan terhadap pendidikan masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tantangan dan Solusi Berdasaarkan Ajaran Tamansiswa Menuju Indonesia Emas 2045
Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting bagi dunia Pendidikan melakukan perubahan pola pikir. Pendidikan tidak sekadar dimaknai dengan transfer akademik (keilmuan) saja, melainkan dilengkapi dengan karakter. Beberapa tantangan Pendidikan menuju Indonesia Emas 2045 antara lain:
Krisis Pendidikan karakter, teori Tamansiswa memberikan landasan yang kuat untuk memperbaiki krisis Pendidikan karakter di indonesia yaitu dengan cara menghidupkan prinsip-prinsip seperti Tri-Pusat Pendidikan dan Ing Ngarso Sung Tulodho. Pendidikan karkter tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga keluarga dan Masyarakat
Kesenjangan akses Pendidikan terutama didaerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), teori Tamansiswa menawarkan pendekatan berbasis nilai, budaya, dan gotong royong seperti yang ada pada filosifi Pendidikan berdasarkan prinsip Tri-Pusat Pendidikan dan Pendidikan Holistik dan Berbasis Kebudayaan.
Dukungan dan pemahaman penuh dari semua stakeholder, terutama guru dan orang tua, teori ajaran Taman Siswa yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam pendidikan. Seperti dalam prinsip Tri-Pusat Pendidikan bahwa pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga keluarga, masyarakat, dan sektor swasta. Dukungan dan pemahaman penuh dari semua pihak sangat penting untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, berkarakter, dan relevan.
Globalisasi, teori Ajaran Taman Siswa yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara memiliki nilai-nilai yang relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi. Prinsip-prinsipnya menekankan pada pendidikan yang berbasis budaya lokal, kemandirian, dan pengembangan karakter bangsa yang kuat. Seperti pada pendidikan berbasis kebudayaan Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus berakar pada kebudayaan nasional untuk membentuk individu yang berkarakter. Pengembangan kemandirian dalam pendidikan seperti yg ada pada Ajaran "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" mendorong pembelajaran yang memotivasi siswa untuk berpikir mandiri. Penanaman Nilai Karakter dan Nasionalisme berupa menanamkan nilai-nilai moral, gotong royong, dan rasa cinta terhadap tanah air.
Ajaran Taman Siswa sangat pas untuk menuju Indonesia Emas 2045 karena mampu menjawab tantangan pendidikan modern dengan tetap menjaga jati diri bangsa. Pendidikan yang berbasis karakter, budaya lokal, kemandirian, dan gotong royong menjadi fondasi untuk menciptakan generasi unggul yang siap bersaing di tingkat global tanpa kehilangan identitas nasional. Filosofi-filosofi yang berada dalam tamansiswa tidak hanya membentuk generasi muda yang cerdas, tetapi juga berkarakter, mandiri, dan mencintai tanah air. Ajaran ini menjadi solusi komprehensif bagi tantangan sosial, ekonomi, dan budaya di masa depan Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Taman Siswa dalam sistem pendidikan, Indonesia dapat membangun SDM unggul yang siap membawa bangsa ini mencapai Indonesia Emas 2045.