Menjawab Tantangan Guru Dalam Menangani Perilaku Anak Berkebutuhan Khusus
Khauna Shafa Usman / 2022015152
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Guru berkomitmen untuk memberikan hak yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan Pendidikan termasuk anak-anak dengan masalah perilaku dan emosi yang dikenal sebagai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah upaya nyata untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak tidak peduli latar belakang, kemampuan, atau kondisi khusus mereka. Siswa dengan berbagai kebutuhan belajar termasuk anak-anak dengan hambatan emosi dan perilaku belajar bersama dengan teman sebaya mereka dalam lingkungan kelas yang inklusif. Tetapi ada tantangan bagi para guru di balik itu. Mengawasi kelas yang heterogen dengan setiap siswa memiliki kebutuhan dan karakter yang berbeda bukanlah tugas yang mudah.
Tujuan dari konsep ini adalah untuk membuat lingkungan belajar yang menyenangkan, adil, dan mendukung perkembangan setiap orang. Namun, melaksanakan pendidikan inklusif tidaklah mudah, terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menunjukkan perilaku yang tiba – tiba menyerang atau menarik diri sebagai akibat dari hambatan emosional dan perilaku yang mereka alami sendiri. Anak-anak dengan masalah perilaku dan emosi membutuhkan pendekatan dan perhatian yang berbeda dari guru. Mereka bukan anak yang "nakal" atau "tidak mau belajar"; sebaliknya, mereka adalah anak-anak yang mengalami masalah psikologis dan emosional yang menghambat proses belajar mereka. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dalam menciptakan suasana kelas yang memberikan rasa aman sosial dan emosional serta mendukung kemajuan akademik. Guru harus dapat berfungsi sebagai pengelola kelas, pendidik, dan pendamping emosional yang memahami dan memenuhi kebutuhan siswa.
Hal tersebut terlihat ketika anak-anak sering menunjukkan perilaku menantang atau sulit untuk mengelola emosinya. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting, tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendamping dan bahkan penyembuh. Oleh karena itu, penting untuk menyelidiki peran guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung yang memungkinkan semua siswa berpartisipasi dalam kelas inklusif.
Dalam lingkungan pendidikan yang inklusif, memenuhi semua kebutuhan peserta didik merupakan tantangan sekaligus kesempatan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih adil dan manusiawi. Mengelola perilaku anak-anak yang memiliki hambatan emosi dan perilaku merupakan salah satu tantangan paling sulit yang dihadapi oleh guru di kelas yang inklusif. Anak-anak dengan kondisi ini sering menunjukkan respons yang tidak terduga, tiba – tiba, atau bahkan menyerang akan berdampak pada proses belajar mereka sendiri dan dinamika kelas secara keseluruhan. Untuk itu peran guru dalam situasi ini sangatlah penting.
Guru bukan hanya memberi pelajaran, tetapi juga membantu anak – anak secara sosial dan emosional. Mereka harus memiliki pemahaman yang kuat tentang sifat dan kebutuhan setiap anak. Jika mereka bertemu dengan anak-anak yang mengalami masalah emosi dan perilaku, guru harus mampu menggunakan pendekatan individual yang tidak menghukum tetapi lebih untuk mendidik dan memulihkan. Misalnya, ketika seorang anak menunjukkan perilaku agresif atau tidak kooperatif, cara terbaik untuk menangani situasi tersebut bukanlah dengan menghukum atau mengucilkan mereka. Sebaliknya, lebih baik mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong perilaku tersebut dan membuat rencana yang bersifat mendukung untuk mengatasi masalah tersebut.
Pengelolaan lingkungan belajar adalah tugas penting guru. Perilaku anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan kelas yang positif, mendukung, dan konsisten. Guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang tenang, aman, dan mendorong interaksi yang sehat antar siswa. Terbukti bahwa anak-anak dengan masalah perilaku lebih merasa terorganisir dan tenang ketika mereka melakukan rutinitas harian yang konsisten dan aturan kelas yang sudah disepakati bersama. Guru juga harus mahir mengevaluasi perilaku siswa secara informal. Guru dapat menemukan situasi pemicu, waktu kritis, dan kebutuhan yang mungkin belum terpenuhi pada anak dengan melihat pola perilaku tertentu. Kemudian, mereka dapat bekerja sama dengan guru pendamping khusus, psikolog sekolah, dan orang tua untuk membuat rencana intervensi perilaku yang lebih spesifik.
Komunikasi yang efektif juga sangat penting untuk menjalankan peran ini. Guru harus berkomunikasi secara terbuka dan empatik dengan siswa yang bersangkutan, orang tua, dan tim pendukung lainnya. Melalui komunikasi yang baik, guru dapat mendapatkan informasi penting tentang latar belakang emosi anak, pola asuh di rumah, dan harapan orang tua, yang semuanya dapat membantu merencanakan penanganan yang lebih baik. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak guru tidak menerima pelatihan yang cukup untuk menangani anak-anak dengan hambatan perilaku dan emosi. Oleh karena itu, pemerintah dan sekolah harus memberikan dukungan sistemik melalui pelatihan berkelanjutan, pendampingan psikologis, dan kebijakan yang mendukung pendekatan inklusif.
Pada akhirnya, peran guru dalam mengelola perilaku anak dengan hambatan emosi dan perilaku sangat penting. Jika guru dapat membuat lingkungan belajar yang aman, empatik, dan adaptif, maka anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki peluang yang lebih besar untuk berkembang secara optimal baik secara akademik maupun sosial-emosional. Pendidikan inklusif sejati berarti tidak hanya menyatukan siswa di satu tempat, tetapi juga membuat tempat yang ramah dan mendukung setiap anak untuk menjadi yang terbaik dari diri mereka sendiri.
Perilaku anak dengan masalah emosi dan perilaku di kelas inklusif adalah tantangan besar bagi guru. Dibutuhkan pemahaman yang mendalam, pendekatan yang sabar dan empatik, dan strategi yang direncanakan untuk membuat lingkungan belajar yang menyenangkan untuk semua siswa. Guru tidak hanya bertugas sebagai pendidik tetapi juga sebagai pembimbing sosial-emosional yang membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka. Guru dapat menjadi agen perubahan yang nyata dalam menciptakan pendidikan yang benar-benar inklusif dan berkeadilan hanya dengan dukungan yang tepat, kolaborasi dengan berbagai pihak, dan komitmen untuk terus belajar.
References
Ali, M., & Astutikningsih, E. F. (n.d.). Pendidikan Inklusi Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku ( Tunalaras ). lp3mzh, 218 - 226.
Hidayah, R., Solichah, N., Solehah, H. Y., & Rozana, K. A. (2021). Persepsi dan Peran Guru Terhadap Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 330 - 344.
Liza, D., Marlina, L., Pratama, I. G., & Andriani, O. (2024). Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Melaksanakan Pendidikan Inklusi Untuk ABK ( Anak Berkebutuhan Khusus ) Di Sekolah. JISPENDIORA, 59 - 68.
Ndasi, A. A., Iko, M., Meo, A. R., Bupu, M. Y., Dhiu, M. I., Inggo, M. S., . . . Wogo, R. (2023). PERAN GURU DALAM MEMBERIKAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR. JURNAL PENDIDIKAN INKLUSI Citra Bakti, 173 - 181.
Travelancya, T., & Ula, I. S. (n.d.). Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku ( Tunalaras ). Absorbent Mint : Journal of Psychology and Child Development, 23 - 28.