-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pendidikan inklusi dan manfaatnya bagi semua siswa

Senin, 14 April 2025 | April 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-14T12:32:12Z

Kristina kamelia Defi

PGSD
Universitas Sarj anawiyata Tamansiswa




Pendahuluan
Pendidkan adalah gerbang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memperjuangkan hal- hal kecil hingga hal- hal terbesar yang normalnya akan dileawati oleh setiap manusia. Pendidikan adalah bekal untuk mengejar semua yang ditargetkan oleh seseorang dalam kehidupannya sehingga tanpa pendidikan, maka logikanya semua yang diimpikannya akan menjadi sangat sulit untuk dapat diwujudkan.
Faktanya memang tidak semua orang yang berpendidkan sukses dalam perjalanan hidupnya, tetapi jika dilakukan perbandingan maka orang yang berpendidikan tetap jauh lebih banyak yang bisa mengecap pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan adalah alat untuk mengembangkan diri, mental, pola pikir, dan juga kualitas diri seseorang.
Jangan meyakini opini sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Apa pun alasannya, setiap orang tetap membutukan pendidikan, karena pendidikannitu belajar seumur hidup. Meskipun pendidikan tidak menjamin kesuksesan seseorang, namun pendidikan akan membekali kita akan kualitas yang kita cita- citakan dan merupakan alat terpenting untuk merealisasikan semua impian kita. Pendidikan adala prioritas untuk menuju kearah yang lebih baik, dan masa depan yang lebih layak.
 
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada sustu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi prosesperolean ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,pembelajaran adala proses untuk membantu perserta didik agar dapat belajar dengan baik.
 Disisi lain, pembelaaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengaaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objek yang ditentukan ( aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap( aspek afektif), serta keterampilan ( aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberikan kesan hanya sebagai pekerajaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajjar dan kreativitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalaui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalaui proses belajar. Desain belajar yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditamba dengan kreativitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.


PEMBAHASAN
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN MANFAATNYA BAGI SEMUA SISWA
Pendidikan inklusuf adalah hak asasi, dan ini merupakan pendidikan yang baik untuk meningkatkan toleransi sosial. Secara sederhana ada beberapa hal yang dapat kita pertimbangkan diantaranya: (1) semua anak memiliki hak untuk belajar secara inklusif, (2) keberadaan anak- anak tidak didiskriminasi, dipisahkan, dikucilkan karena kekurangmampuan atau mengalami kesulitan dalam pelajaran, (3) Tidak ada satupun ketentuan untuk mengucilkan anak dalam pendidikan. Pendidikan inklusif menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan menghargai keberagaman. Pendidikan inklusif merujuk pada pendidikan untuk semua yang berusaha menjangkau semua orang tanpa kecuali. Perubahan pendidikan melalui pendidikan inklusif memiliki arti penting khususnya dalam kerangka pengembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Singkatnya, pendidikan inklusif adalah upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang terbuka, adil, dan memperdayakan bagi semua anak, sehingga mereka dapat belajar dan berkembang bersama tanpa adanya diskriminasi atau eklusi. Perubahan pendidikan melalui pendidikan inklusif memiliki arti penting khususnya dalam kerangka pengembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Secara teoritis pendidikan inklusif adalah proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas reguler, tanpa memandang kelaianan, ras, atau karakteristik lainnya. Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adala Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhenika Tunggal Ika (Toto Bintoro, 2004 ). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebenekaan manusia, baik kebvertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical di tandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa budaya, agama, tempat tinggal, daerah,afiliasi politik, dsb. Adanya berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi ang diemban, sehingga menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan. Indonesia, dengan semboyan luhurnya Bhinneka Tunggal Ika, berbeda- beda tetapi tetap Satu adalah semboyan peradapan yang kaya akan keberagaman suku, agama, ras, bahasa, dan budaya. 
 
Kekayaan adalah anugerah yang tak ternilai, namun juga menghadirkan tantangan dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan dan kesamaan derajatan untuk semua warga, termasuk dalam bidang pendidikan. Disinilah urgensi pendidikan inklusif bercorak Bhinneka Tunggal Ika semakin mengemuka. Bertolak dari filosofi Bhinneka Tunggal Ika, kecacatan atau kelaianan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kehbinneka seperti halnya perbedaan suku,ras, bahasa, budaya, dan agama. Dialam diri individu berkelaianan pastilah dapat ditemukan keunggulan- keunggulan tertentu, sebaliknya didalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu. Karena tidak hanya makhluk dibumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan yang lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa,budaya dan agama. Pendidikan inklusif, secara sederhana adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak untuk belaar bersama disekolah umum, tanpa memandang perbedaan kemampuan, latar belakang, atau kondisi mereka. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap asah, asuh, asih, silih asi, sili asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara yuridis pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus( ABK) diatur : Undang Dasar (UUD) RI 1945 Terdapat pasal- pasal mengenai hak asasi manusia yang salah satunya adalah hak dalam mendapatkan pendidikan bagi setiap orang yaitu pada pasal28 C ayat (1), Undang – undang (UU) RI NO.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, PERMENDIKNAS no 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus dan anak cerdas istimewa dan bakat istimewa. Selanjutnya pelaksanaan pendidikan inklusif diatur dalam PERDA masing – masing daerah di Indonesia.


Sekolah Inklusif 
     Sekolah inklusif adalah sekolah biasa/ regular yang menyelengarakan pendidikan inklusif dengan mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang menyandang kelainan fisik, intelektual, sosial, emosi, mental, cerdas, berbakat istimewa, suku terasing, korban, bencana alam, bencana sosial, / miskin, mempunyai perbedaan warna kulit, gender, suku bangsa, ras, baasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim piatu, anak terlantar, anak tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat sistem pengadilan remaja, anak yang terkena daera konflik senjata, anak pengemis , anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA ), anak nomaden dan lain – lain sesuai degan kemampuan dan kebutuhannya ( Alimin, Z. dan permanarian, 2005 ). Sekolah inklusif harus mengenali dan merespon teradap kebutuhan yang berdeda – beda dari pada siswanya, mengkombinasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategis pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber – sumber dengan sebaik – baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya.

Profil pembelajaran di sekolah inklusif
Pertama, menciptakan dan menjaga komunitas kelas, yang hangat, menerima keanekaragaman, dan mengharagai perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemamapuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, agama, dan sebagainya. Dengan demikian pengelolaan kelas dalam pembelajaran kelas yang memang heterogen dan penuh dengan perbedaan- perbedaan individual memerlukan perubahan kurikulum secara mendasar. Guru dikelas inklusif secara konsisten akan bergesar dari pembelajaran yang kakau, berdasarkan buku teks, atau materi biasa kepembelajaran yang banyak melibatkan belaJar kooperatif, tematik, dan berfikir kristis, pemecahaan masalah, dan asesmen secara autentik.
                        Kedua menuntut penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodaliatas. Kelas yang inklusif berarti pembelajaran tidak lagi berpusat pada kurikulum melaiankan berpusat pada anak, dengan konsekuensi berarti adanya fleksibilitas kurikulum dan penerapan layanan program individual atau pendekatan proses kelompok dalam praktek implementasi kurikulum ang multilevel dan multimodalitas. Di sekolah guru merupakan model perilakau ideal, dan tugas sekola adalah penajaman proses intelektual, penyamapaian temuan masa lalau,dan penyajian perilaku ideal. Menurut filsafat realisme, kebenaran ditemukan pada hukum alam. Kurikulum sekolah didominasi dengan mata pelajaran sains dan matematika, dan tugas guru adalah menyajikan kebenaran. Pelajaran sangat terkendali dan peserta didik secara pasif menerima keberan yang disajikan guru. Bagi filsafat eksperimentalisme, dunia selalau berubah- ubah. Kebenaran adalah apa yang dialami. Sekolah menekankan pada pengalaman dan mata pelajaran sosial, melalaui kegiatan ekstrakulikuler dan kokurikuler. Konsep pendidikan inklusif radikal, berkembang pada kalangan scientist yang diwarnai oleh konsep filosofis murni dan lebih menekankan pada kekuatan konseptual yang bersumber dari nilai nilai universal. Mereka perpandangan, bahwa implementasi sistem pendidikan inklusif harus diterapkan secara utuh sesuai dengan falsafah konseptual yang melandasinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila mereka sering dikategorikan sebagai kelompok yang berpandangan keras, dalam arti bahwa bila implementasi sistem pendidikan inklusif itu hanya setengah- setengah, maka hal tersebut bukan sistem pendidikan inklusif. Nafas inklusif harus benar- benar tampak dalam seluruh sistem dari visi- misi, tujuan kurikulum, pembelajaran, penilaian hingga indikator- indikator pendukung yang menyertainya. 
 Ketiga, menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional. di mana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus diganti dengan model pembelajaran dimana muridmurid bekerja sama, saling mengajar, dan secara, aktif berpartisipasi dalam pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Kaitan antara, pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas, semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk bekerja sama dan saling belajar dari yang lain (UNESCO, 2002).
Menjadi Guru yang Unggul dan Tangguh di sekolah inklusif

Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar ia merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik ia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk (Hidayat , 2009). Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang ungul dan tangguh di sekolah inklusif, yaitu: 
Pertama, Kemampuan Umum (general ability) antara lain adalah memiliki ciri warga Negara yang religious dan berkepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga Negara, memiliki sikap dan kemampuan mengakui dan menghargai keberagaman peserta didik.
 Kedua, Kemampuan dasar (basic ability) meliputi memahami dan mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. 
 
Ketiga, Kemampuan khusus (specific ability) kemampuan ini meliputi mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual dan lamban belajar menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan sosial dan menguasai konsep danketerampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan belajar.

PENUTUP
Permendiknas No.70 Taun 2009, pasal 1, menyatakan pendidikan inklusif didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelaianan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelaaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelaianan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh dikelas reguler merupakan tempat reguler yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. 
Pendidikan inklusif merupakan ideologi dan cita-cita pendidikan di Indonesia dalam rangka mewujudkan pendidikan untuk semua. Pendidikan inklusif bukan hanya sekedar penerimaan tapi pelayanan. Dalam pelaksananaannya di sekolah regular dibutuhkan guru yang unggul, tangguh dan mampu menciptakan iklim kelas yang ramah. Dengan begitu, seluruh peserta didik akan merasa diakui dan dihargai keberadaannya. Akhirnya, anakanak normal (pada umumnya) dan anak berkebuthan khusus (ABK) dibiasakan hidup berdampingan, sehingga ketika mereka dewasa kelak tidak menimbulkan pikiran-pikiran yang negatif yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial. Ketika komunitas sekolah, seperti guru dan anak-anak bekerja bersama-sama untuk meminimalkan hambatan yang dihadapi anak dalam belajar dan mempromosikan keikutsertaan dari seluruh anak di sekolah, maka ini merupakan salah satu ciri dari sekolah yang ramah (Welcoming School). Welcoming School ini telah diperkuat dalam Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement 1994) yang ditetapkan pada konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang mengakui bahwa “Pendidikan untuk Semua” (Education for All) sebagai suatu institusi. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar (all children can learn), setiap anak berbeda (each children are different) dan perbedaan itu merupakan kekuatan (difference ist a strength), dengan demikian kualitas proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau masyarakat. 
 Seperti halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian murid dalam kelas yang membutuhkan perhatian lebih, karena termasuk ABK, seperti: hambatan penglihatan, atau pendengaran, fisik, atau mentalkecerdasan atau emosi, atau perilaku-sosial, autis dan lainnya, sehingga mereka membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurikulum serta mengadaptasikan metode pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan diri secara efektif dalam semua kegiatan sekolah. Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman (to be save and secure), untuk mengembangkan diri (to develop asense of self), untuk membuat pilihan (to make choices), untuk berkomunikasi (to communicate), untuk menjadi bagian dari komunitas (to be part of a community), untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah (live in a changing world), untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai (to make valued contributions).
 Persoalan kurikulum di Sekolah yang Ramah merupakan tantangan terbesar bagi guruguru dan sekolah-sekolah dalam mempertahankan keikutsertaan dan memaksimalkan partisipasi semua anak. Penyesuaian kurikulum bukanlah tentang penurunan standar persyaratan ataupun membuat latihan menjadi lebih mudah bagi murid-murid yang mempunyai keterbatasan atau berkebutuhan khusus. Tetapi adaptasi kurikulum ini untuk memenuhi keanekaragaman, membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang oleh guru-guru dan bekerjasama dengan murid-murid, orang tua, rekanrekan guru, dan staf.
  
 Penyelenggaraan pendidikan inklusif disekolah- sekolah biasa memeberikan dampak secara tidak langsung kepada para penyandang disabilitas, dimana keberadaan anak- anak normal yang berada dilingkungan belajar mereka dapat melupakan sejenak kekurangan yang mereka alami. Begitupun sebaliknya, anak- anak normal yang menadi teman sekelas mereka lebih empati, suka menolong, berbagi dan mendahulukan kepentingan teman mereka yang membutukan bantuan dari pada ego mereka sendiri.
 
 DAFTAR PUSTAKA
 
Dr. Irdamurni, M.Pd solusi dalam mendidik anak berkebutuhan khhusus
Dr. Budiyanto, M.Pd pendidikan inklusif berbasis budaya
Dr.Susilahati, M.si pendidikan inklusif
Abdul Rahim, S.Pd, m.pd pendidikan inklusif sebagai strategi
Alimin, z. dan permanarian.(2005) Reorientasi pemahaman konsep special edukacation konsep needs education dan imlikasinya layanan pendidikan
Hidayat (2009). Pengenalan dan identifikasi anak berkebutuan khusus dan strategi pembelajarannya. Balikpapan : kegiatan worshop
Jhonsen, B.H.. AND S kjorten M.d.. (2003). Menuju inklusi, pendidikan khusus sebuah pengantar Bandung
Toto Bintoro. (2004) pendidikan inklusi. Republika online : http://www. Republika. Co.id
UNESCO. (2002). Understanding and responding to children’Need in Inclusive Classroom UNESCO.
×
Berita Terbaru Update