Peran Aktif Guru dan Orang Tua dalam Program Kepedulian Perilaku Siswa di Sekolah Inklusif
Oleh : Egar Anassyah/2022015111
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Email : egaranassyah@gmail.com
Pendahuluan
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa sehingga mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam suatu lingkungan pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. (Tarnoto Nissa, 2016). Pendidikan inklusif yaitu suatu filosofi dan juga strategi dalam pendidikan, di mana terdapat anak-anak yang berbagai macam kondisi (termasuk anak berkebutuhan khusus) dapat mengikuti pendidikan secara bersama-sama di sekolah reguler (sekolah umum). Pelaksanaan pendidikan inklusif masih banyak mengalami kekurangan yaitu di antaranya adalah persoalan kebijakan yang belum kuat, sikap dan komitmen dari berbagai pihak yang belum tersebar luas, sarana dan prasaran, dan kendala SDM yang masih minim serta sistem kurikulum, pembelajaran yang belum kondusif, dan belum tersedianya suatu model pelaksanaan pendidikan inklusif yang bisa dijadikan pantuan dalam melaksanakan Pendidikan inklusif (Somad, 2016).
Anak inklusif tidak hanya dipandang disabilitas saja, namun pada saat ini inklusif juga meliputi pada keragaman belajar yaitu termasuk jenis kelamin, orientasi seksual, etnis, budaya, ahasa, agama, dan status sosial ekonomi. Pendidikan inklusi pada umumnya melawan semua jenis penilaian baik yamg meliputi berdasarkan ras, jenis kelamin, kecacatan, kemiskinan dan bentuk perbedaan lainnya (Yunitasari et al., 2023). Pendidikan yang luar biasa untuk peserta didik yang mengalami berbagai kesulitan dalam menjalankan pembelajaran karena memiliki berbagai masalah kelaianan baik pada fisik, mental, emosiaonal dan juga social. Banyaknya perbedaan dalam pemahaman anak berkebutuhan khusus dan anak luar biasa mengandung disparitas definisi yang cukup besar. (Manjari Dewi and Budi Arnawa, 2023). Anak berkebutuhan khusus diciptakan Tuhan di muka bumi tidak ada istilah produk gagal. Kecacatan maupun kekurangan kognitif mau pun fisik tidak akan bisa menghalangi seseorang untuk meraih prestasi yang tinggi. Pada umum nya mereka mempunyai berbagai potensi diri yang luar biasa besar. Namun tetapi banyak perlakukan anak-anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan masih dibatasi. Inklusif masih banyak dipandang orang yang memiliki kemampuan berbeda secara fisik harus dibedakan dari dunia pendidikan maupun pekerjaan (Asyhabuddin 2008:406). Pada halnya sama dengan yang diperlihatkan oleh Purwandari (2009), bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan perlakukan yang berbeda dalam hal lainnya, yaitu pendidikan, karena banyak orang yang memandang mereka memiliki hambatan dalam berbagai dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan pendidikan yang harus terpisah dari anak-anak yang “normal” supaya proses pembelajaran bisa berjalan lancar. (Syaifudin and Widiastuti, 2015).
Pembelajaran yang berkesan sehingga dapat diimplementasi apabila peran guru dan siswa dapat berinteraksi dan membangun ikatan yang kuat. (Wardany and Sani, 2020). Peran guru dalam kolaborasi ini sangat penting. Guru bertanggung jawab penuh kepada peserta didik tidak hanya untuk mengajar materi pelajaran saja, tetapi juga untuk merancang strategi agar pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu setiap peserta didik, termasuk dalam anak-anak yang berkebutuhan khusus (Hasan, Nurharini and Hasan, 2024).
Peran orang tua dalam kolaborasi juga sangatlah penting. Orang tua adalah peran penting yang tepat untuk membimbing anak mereka di rumah. Orang tua dapat memberikan banyak wawasan dan penjelasan kepada guru dan terapis tentang kebutuhan khusus anak, preferensi belajar, serta strategi yang efektif untuk membantu anak dalam memahami serta mempelajari mata pelajaran di sekolah (Hasan, Nurharini and Hasan, 2024).
Pembahasan
Metode dan Prinsip Dasar Sekolah Inklusif
Dalam pembelajaran inklusif, adakah metode pembelajaran yang menjadi pondasi utama. Salend (2016), menegaskan pada strategi pengajar yang dapat mempertimbangkan perbedaan pada peserta didik, sementara Forlin (2012) memberikan dimensi dengan fokus bahwa metode pembelajaran inklusif melibatkan strategi pengajaran yang mendukung berbagai tingkat kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Penerapan metode Cooperative Learning, adalah sebagai alternatif yang disarankan oleh Johnson dan Johnson (2019), menjadi salah satu strategi konkret yang dapat meningkatkan interaksi positif dan kolaborasi kepada peserta didik. Melalui pendekatan ini, peserta didik dapat ditempatkan dalam kelompok heterogen yang terdiri dari berbagai tingkat kemampuan, sehingga dapat menjadikan kolaborasi antar peserta didik dengan kebutuhan belajar yang beragam. (Nadhiroh and Ahmadi, 2024)
Prinsip dasar dari pendidikan inklusi adalah bahwa pada setiap anak memiliki hak untuk belajar bersama dan menerima semua yang dibutuhkan tanpa adanya batasan. Oleh karena itu, pada sekolah umum harus dilengkapi dengan sarana untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan siswa yang beragam, termasuk anak-anak yang mungkin dibedakan karena faktor tradisional, baik dalam konteks pendidikan formal maupun peran serta dalam kegiatan sekolah. Sekolah inklusi adalah institusi pendidikan yang mengintegrasikan semua siswa dalam kelas yang sama tatau tidak dibedakan (Agustin et al., 2024).
Stategi Guru dalam Proses Pembelajaran pada Kelas Inklusif
Pada saat pembelajaran di kelas, guru dapat mengatur tempat duduk untuk siswa. Pada siswa yang mengalami kesulitan atau gangguan sehingga dapat di posisikan duduk di depan supaya guru lebih mudah dalam memperhatikannya. Metode yang digunakan guru dapat diterapkan pada saat pembelajaran seperti ceramah, tanya jawab, permainan, pemberian tugas, dan diskusi. Selain hal tersebut, guru dapat memberikan perhatian yang lebih pada siswa ABK pada saat pembelajaran. (Rokhaniawati, 2017). Salah satu strategi dalam mengimplementasikan metode pembelajaran inklusif adalah melibatkan pendekatan diferensiasi. Menurut Tomlinson (2001), pendekatan diferensiasi kemungkinan guru untuk menyesuaikan materi, metode, dan penilaian agar sesuai dengan kebutuhan belajar individual peserta didik. Dengan mengidentifikasi gaya belajar peserta didik, tingkat kesiapan, dan minat peserta didik, guru dapat membuat merancang sehingga pengalaman dalam pembelajaran yang mendukung dapat menciptakan keberhasilan pada semua peserta didik, sehingga tidak membedakan kemampuan peserta didik. Gay (2018), memberikan panduan mengenai penggunaan materi pembelajaran yang mencerminkan keberagaman peserta didik, melibatkan peserta didik dalam pengalaman langsung, dan menciptakan lingkungan kelas yang mendukung beragam cara belajar. Mastropieri & Scruggs (2010), menambahkan dengan memberikan berbagai macam materi dan sumber daya, guru dapat memfasilitasi pembelajaran yang responsif terhadap keberagaman peserta didik, memungkinkan setiap peserta didik untuk terlibat dalam pengalaman belajar yang bermakna (Nadhiroh and Ahmadi, 2024).
Kepedulian Guru dan Orang Tua dalam Pendidikan Siswa Inklusif
Sikap guru di Sekolah Dasar memberikan sikap yang positif terhadap penerapan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), hal ini menunjukkan bahwa adanya dukungan yang kuat dari guru-guru terhadap pendekatan inklusi sehingga dalam proses pembelajaran di sekolah dan sebagian besar guru dapat menciptakan kesediaan dan komitmen untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif di kelas mereka. Sikap guru terhadap pendidikan inklusif untuk ABK di sekolah dasar dapat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi pendekatan inklusi. Sikap guru yang positif dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, memberikan dukungan yang diperlukan, dan memastikan kesempatan yang setara bagi semua siswa (Yuliyanti et al., 2024). Tenaga pendidik juga memiliki peran yang penting dalam menyelenggaran pendidikan inklusif, yaitu dengan memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Tenaga kependidikan dalam mengatur inklusif diantaranya adalah kepala sekolah, guru, guru pembimbing khusus, dan TU. Tenaga kependidikan yang sangat berperan yaitu guru, di mana dalam pendidikan inklusif di tingkat SD ada dua guru yaitu guru kelas dan guru pembimbing khusus. Peran guru yang harus saling bekerja sama dalam membangun pendidikan agar tujuan pendidikan inklusif dapat tercapai. (Agustin, 2019)
Perilaku orang tua terhadap Pendidikan inklusif adalah merasa dihargai atau dapat meningkatkan penghargaan terhadap anak. Orang tua merasa senang ketika anaknya mendapatkan perkembangan bersosialisasi dengan baik tanpa ada diskriminasi dan dapat membantu dalam memahami bagaimana cara memotivasi untuk meningkatkan belajar pada anak yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Orang tua mengetahui bagaimana cara membimbing anaknya dengan lebih baik lagi, dapat meningkatkan interaksi dan keterlibatan dalam kegiatan belajar anaknya serta mendapat kesempatan untuk berbagi dengan pihak sekolah dan stakeholder lainnya dalam mengatur dalam pembelajaran untuk anaknya yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya, kekuatannya, kelemahannya, permasalahan dan hambatan lainnya, serta senang ketika anaknya dapat memiliki keterampilan sosial yang baik. (Martha and Suryana, 2019)
Kesimpulan
Pendidikan inklusif yaitu suatu filosofi dan juga strategi dalam pendidikan, di mana terdapat anak-anak yang berbagai macam kondisi (termasuk anak berkebutuhan khusus) dapat mengikuti pendidikan secara bersama-sama di sekolah reguler (sekolah umum). Pelaksanaan pendidikan inklusif masih banyak mengalami kekurangan yaitu di antaranya adalah persoalan kebijakan yang belum kuat, sikap dan komitmen dari berbagai pihak yang belum tersebar luas, sarana dan prasaran, dan kendala SDM yang masih minim serta sistem kurikulum, pembelajaran yang belum kondusif, dan belum tersedianya suatu model pelaksanaan pendidikan inklusif yang bisa dijadikan pantuan dalam melaksanakan Pendidikan inklusif (Somad, 2016).
Banyaknya perbedaan dalam pemahaman anak berkebutuhan khusus dan anak luar biasa mengandung disparitas definisi yang cukup besar. (Manjari Dewi and Budi Arnawa, 2023). Anak berkebutuhan khusus diciptakan Tuhan di muka bumi tidak ada istilah produk gagal. Kecacatan maupun kekurangan kognitif mau pun fisik tidak akan bisa menghalangi seseorang untuk meraih prestasi yang tinggi. Pada umum nya mereka mempunyai berbagai potensi diri yang luar biasa besar. Namun tetapi banyak perlakukan anak-anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan masih dibatasi. Inklusif masih banyak dipandang orang yang memiliki kemampuan berbeda secara fisik harus dibedakan dari dunia pendidikan maupun pekerjaan (Asyhabuddin 2008:406). Pada halnya sama dengan yang diperlihatkan oleh Purwandari (2009), bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan perlakukan yang berbeda dalam hal lainnya, yaitu pendidikan, karena banyak orang yang memandang mereka memiliki hambatan dalam berbagai dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan pendidikan yang harus terpisah dari anak-anak yang “normal” supaya proses pembelajaran bisa berjalan lancar. (Syaifudin and Widiastuti, 2015).
Peran guru dalam kolaborasi ini sangat penting. Guru bertanggung jawab penuh kepada peserta didik tidak hanya untuk mengajar materi pelajaran saja, tetapi juga untuk merancang strategi agar pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu setiap peserta didik, termasuk dalam anak-anak yang berkebutuhan khusus (Hasan, Nurharini and Hasan, 2024).
Peran orang tua dalam kolaborasi juga sangatlah penting. Orang tua adalah peran penting yang tepat untuk membimbing anak mereka di rumah. Orang tua dapat memberikan banyak wawasan dan penjelasan kepada guru dan terapis tentang kebutuhan khusus anak, preferensi belajar, serta strategi yang efektif untuk membantu anak dalam memahami serta mempelajari mata pelajaran di sekolah (Hasan, Nurharini and Hasan, 2024).
Referensi
Agustin, I. (2019) ‘Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di SDN Se Kecamatan Soko Kabupaten Tuban’, ELSE (Elementary School Education Journal) : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 3(2), pp. 17–26. Available at: https://doi.org/10.30651/else.v3i2.3104.
Agustin, R.D. et al. (2024) ‘Implementasi Pendidikan Multikultural Pada Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusi’, 9, pp. 875–882.
Hasan, L.M.U., Nurharini, F. and Hasan, I.N.H. (2024) ‘Kolaborasi antara Guru Bahasa Arab, Orang Tua dan Terapis dalam Mendukung Pembelajaran Bahasa Arab Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi’, Journal of Practice Learning and Educational Development, 4(1), pp. 44–54. Available at: https://doi.org/10.58737/jpled.v4i1.260.
Manjari Dewi, W.K. and Budi Arnawa, I.P.G. (2023) ‘Peranan Guru Kelas Dalam Pembelajaran Inklusif Pada Anak Berkebutuhan Khusus’, Metta : Jurnal Ilmu Multidisiplin, 3(4), pp. 581–594. Available at: https://doi.org/10.37329/metta.v3i4.2930.
Martha, D. and Suryana, D. (no date) ‘Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Inklusif’, pp. 2–3.
Nadhiroh, U. and Ahmadi, A. (2024) ‘Pendidikan Inklusif: Membangun Lingkungan Pembelajaran Yang Mendukung Kesetaraan Dan Kearifan Budaya’, Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya, 8(1), p. 11. Available at: https://doi.org/10.30872/jbssb.v8i1.14072.
Rokhaniawati, Z. (2017) ‘Strategi Guru Dalam Proses Pembelajaran Pada Kelas Inklusi Di Sd Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta’, pp. 189–193.
Somad, A.S.A. (2016) ‘Model Pendidikan Inklusif’, Jurnal Al-Murabbi, 29(2).
Syaifudin, A. and Widiastuti, S. (2015) ‘Evaluasi Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Di Provinsi Jawa Tengah’, Jurnal Penelitian Pendidikan, 32, pp. 119–126. Available at: https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/view/5057/4113.
Tarnoto Nissa (2016) ‘Permasalahan-Permasalahan Yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi Pada Tingkat SD’, Humanitas, 13(1), pp. 50–61.
Wardany, O.F. and Sani, Y. (2020) ‘Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh bagi anak berkebutuhan khusus ( Survei terhadap orangtua dan guru di Lampung ) The implementation of distance learning for children with special needs ( Survey of parents and teachers in Lampung )’, 16(2), pp. 48–64.
Yuliyanti, M. et al. (2024) ‘Mengembangkan Pendekatan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar: Strategi Desain Dan Implementasi Pembelajaran’, Https://Journalpedia.Com/1/Index.Php/Jip/Index, 6(1), pp. 634–649.
Yunitasari, S.E. et al. (2023) ‘Pemanfaatan Program Kepedulian Guru dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif’, Journal Syntax Idea, 5(12), pp. 2486–2500. Available at: https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v5i12.2848.