Peran Guru dalam Mengelola Emosi dan Perilaku Anak Tunalaras di Kelas Inklusif Intan Dwi Cahyati/ 2022015142
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
intandwi1144@gmail.com
I. Pendahuluan
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, serta potensi peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal tanpa peran aktif guru. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan setiap peserta didik secara individual, karena setiap anak memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Dalam menjalankan perannya, guru harus mampu memaknai pembelajaran sebagai sarana pembentukan kompetensi sekaligus peningkatan kualitas diri peserta didik. Peran guru dalam dunia pendidikan sangatlah luas, antara lain sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, inovator, teladan, pribadi yang menginspirasi, peneliti, penggerak kreativitas, aktor, emansipator, evaluator, hingga kulminator.
Peran guru menjadi semakin penting ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus. Mereka memiliki hak yang sama dengan peserta didik lainnya dalam mengembangkan potensi diri dan meraih kesempatan belajar yang setara. Untuk itu, guru dituntut memiliki pengetahuan dan pengalaman khusus di bidangnya agar mampu mendidik dan menyampaikan materi dengan efektif kepada anak berkebutuhan khusus. Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus adalah tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi dan perilaku sosialnya. Kesulitan ini sering membuat mereka tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik, yang berdampak pada rendahnya kemampuan kognitif karena ketidakmampuan mereka untuk fokus dan mengendalikan diri di dalam kelas. Oleh sebab itu, guru memegang peranan krusial dalam membantu anak tunalaras mengelola emosinya agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran secara optimal.
II. Pembahasan
1. Peranan Guru
a. Peran Guru Kelas
Guru kelas memiliki peran penting sebagai fasilitator yang tidak hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik. Tugas guru mencakup pembentukan karakter, bimbingan moral, dan pembiasaan perilaku positif, baik dalam ranah akademik maupun non-akademik. Dalam proses pembelajaran, guru menjadi pemimpin yang merancang dan mengarahkan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Khusus dalam konteks kelas inklusif, guru dituntut untuk memahami kebutuhan individual siswa, termasuk anak berkebutuhan khusus. Mereka perlu menyusun rencana pembelajaran yang matang, fleksibel, dan mengakomodasi perbedaan. Guru kelas juga harus bekerja sama dengan guru pendamping dan orang tua untuk memastikan keberhasilan proses pembelajaran anak. Selain mengelola pembelajaran, guru juga berperan dalam pengelolaan kelas, pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat, serta penyelesaian masalah yang timbul.
Guru kelas juga memikul tanggung jawab sebagai konselor dan teladan bagi siswa, menjalin komunikasi dengan kepala sekolah dan orang tua untuk mendukung perkembangan siswa. Guru bukan hanya pengajar mata pelajaran, tetapi juga pemimpin dalam kelas yang menyelaraskan kegiatan administrasi dan membangun iklim belajar yang sehat. Dibandingkan dengan guru mata pelajaran, guru kelas memiliki keterlibatan yang lebih menyeluruh dalam aspek emosional dan perkembangan pribadi siswa. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya agar dapat menghadapi tantangan zaman dan kebutuhan siswa yang semakin kompleks.
b. Peran Guru Pendidikan Khusus
Webster dan Blatchford (2011) mengemukakan bahwa guru pendidikan khusus memiliki dua peran utama, yaitu peran pedagogik dan non-pedagogik. Peran pedagogik mencakup tanggung jawab dalam kegiatan pengajaran, seperti merancang pembelajaran, memberikan instruksi, menyusun kurikulum yang disesuaikan, merancang program intervensi, serta mengembangkan atau menyesuaikan materi dan tugas agar sesuai dan dapat diakses oleh peserta didik. Selain itu, guru juga berperan dalam memantau dan mengelola perilaku siswa. Sementara itu, peran non-pedagogik meliputi tugas administratif, berperan sebagai fasilitator, memberikan dukungan emosional dan konsultatif, mendorong siswa untuk mandiri, serta menumbuhkan rasa percaya diri. Tujuan dari peran non-pedagogik ini adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemandirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kolaborasi antara guru kelas, guru pendidikan khusus, dan orang tua diharapkan dapat memberikan
dukungan yang optimal dalam mendorong perkembangan anak-anak penyandang disabilitas.
2. Tunalaras (Hambatan Emosi dan Perilaku)
Anak tunalaras merupakan anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan dalam aspek emosi dan perilaku, sehingga kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan hal ini berdampak pada proses belajarnya. Secara fisik, anak dengan disabilitas intelektual atau tunalaras tampak sehat dan memiliki penampilan yang serupa dengan anak-anak pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah ketidakmampuan mereka dalam mengendalikan emosi yang cenderung lebih intens dibandingkan anak lain. Kondisi ini sering menyebabkan anak tunalaras tidak diterima dalam lingkungan sosialnya, mengalami hambatan dalam menjalin relasi dengan teman sebaya, dan berujung pada terbatasnya pergaulan mereka. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan dan mengenali karakteristik anak yang memiliki disabilitas sejak dini.
Dengan pendampingan dan bimbingan yang tepat dari orang tua maupun guru, anak tunalaras dapat belajar mengendalikan emosinya dan mengarahkan perilaku menyimpang ke arah yang lebih positif. Peran guru dan orang tua sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak, terutama dalam memberikan pendidikan moral dan spiritual seperti nilai-nilai agama, agar anak mampu diterima oleh masyarakat dan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik (Daulay et al., 2023).
3. Peran Guru dalam Mengelola Emosi dan Perilaku Anak Tunalaras Peran guru dalam mengelola emosi dan perilaku anak tunalaras yaitu sebagai berikut :
1) Sebagai model/ teladan, guru berperan memberikan contoh konkret atau simulasi tentang bagaimana cara mengelola emosi secara positif. Anak-anak kemudian meniru perilaku yang ditunjukkan guru sebagai bagian dari pembelajaran.
2) Sebagai fasilitator, guru menyusun perangkat pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kemampuan mengelola emosi. Guru juga mengidentifikasi pengalaman emosi negatif anak, membantu mereka mengganti strategi pengelolaan emosi yang kurang tepat dengan strategi yang lebih positif, serta menjelaskan penerapan strategi tersebut. Guru melibatkan anak dalam sesi tanya jawab untuk memastikan pemahaman, memberikan latihan yang berulang, membiasakan anak menggunakan strategi pengelolaan emosi dalam kehidupan sehari-hari, memasang poster strategi pengelolaan emosi di kelas dan membagikannya kepada siswa untuk
dipasang di rumah. Selain itu, guru membagikan lembar tugas kepada orang tua untuk memantau praktik anak di rumah dan membuat grup WhatsApp sebagai sarana komunikasi dengan orang tua.
Anak dalam peran ini berpartisipasi dengan mengikuti pembelajaran, berbagi pengalaman emosional seperti perasaan sedih, marah, atau takut, menyimak penjelasan guru, mengikuti latihan, memasang poster di rumah, memahami delapan strategi pengelolaan emosi, menyerahkan laporan praktik kepada orang tua, dan membiasakan diri menerapkan strategi tersebut di rumah.
3) Sebagai pemberi semangat (motivator), guru memberikan dorongan kepada anak untuk mengelola emosinya dengan baik, terutama saat anak menghadapi konflik dengan teman atau kesulitan dalam mengerjakan tugas. Anak merespon dorongan tersebut dengan mencoba menerapkan strategi yang diajarkan guru.
4) Sebagai pendidik (edukator), guru memberikan informasi dan pemahaman kepada orang tua terkait keterampilan pengelolaan emosi. Anak dalam hal ini menerima dan mengikuti arahan dari orang tua.
5) Sebagai konsultan, guru menyediakan layanan konsultasi bagi orang tua terkait perkembangan keterampilan emosi anak. Anak menindaklanjuti nasihat dari orang tua sebagai hasil konsultasi tersebut.
6) Sebagai penilai (evaluator), guru mencatat dan memantau perkembangan keterampilan anak dalam mengelola emosi, melakukan pengukuran, serta menyusun rencana tindak lanjut untuk perbaikan. Guru juga menjalin komunikasi dengan orang tua guna mengetahui sejauh mana anak membiasakan strategi tersebut di rumah. Anak di sisi lain, terus menerapkan keterampilan pengelolaan emosi dalam kesehariannya.
III. Kesimpulan
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan, khususnya dalam membina dan membimbing anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya dalam mengembangkan potensi diri dan memperoleh berbagai kesempatan tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pengalaman khusus di bidangnya agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, sehingga materi pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didik berkebutuhan khusus.
Dalam membantu anak tunalaras untuk mengelola emosi dan perilakunya, guru berperan sebagai teladan, fasilitator, pemberi motivasi, pendidik, komunikator, dan penilai. Keberhasilan program pengembangan keterampilan koping pada anak tidak hanya bergantung pada guru, tetapi juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu memberikan kontribusi besar dalam membentuk perilaku dan karakter anak. Peran tersebut akan semakin efektif jika disertai dengan keterlibatan aktif dari orang tua dalam proses pendidikan anak.
Referensi
Amalia, N., & Kurniawati, F. (2021). Studi literatur: Peran guru pendidikan khusus di sekolah inklusi. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 7(2), 361-371.
Dewi, W. K. M., & Arnawa, I. P. G. B. (2023). Peranan Guru Kelas Dalam Pembelajaran Inklusif Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin, 3(4), 581- 594.
Liza, D., Marlina, L., Pratama, I. G., & Andriani, O. (2024). Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Melaksanakan Pendidikan Inklusi Untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) Di Sekolah. JISPENDIORA Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan Dan Humaniora, 3(1), 59-68.
Muthmainah, M. (2022). Peran Guru dalam Melatih Anak Mengelola Emosi. Yaa Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 63-76.
Thufail, D. F., & Bakhtiar, A. M. (2023). Pentingnya peran guru pendamping khusus bagi siswa berkebutuhan khusus di kelas inklusi sekolah dasar. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 8(2), 3931-3944.