-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Peran Guru dalam Mengelola Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku di kelas inklusif

Rabu, 23 April 2025 | April 23, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-24T02:50:54Z

Peran Guru dalam Mengelola Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku di kelas inklusif

Mukhlasin/2022015084

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

e-mail : muhh01010@gmail.com





  1. Pendahuluan

Dalam suatu proses pembelajaran tentu seorang guru akan berjumpa dengan berbagai karakter yang dibawa oleh peserta didik tersebut, melihat datangnya dari berbagai latar belakang, sifat yang dominna dibawah tenting terlatar belakangi oleh lingkungan keluarga, faktor lingkungan keluarga merupakan fokus utama dalam Pendidikan anak, maka dalam lingkungan sekolah seorang pendidik atau guru akan menjumpai berbakai karakter yang dimiliki oleh anak tersebut baik anak yang bersifat normal ataupun anak yang memiliki kepribadian khusus disebut dengan anak berkebutuhan khusus baik anak yang normal ataupun anak dalam berkebutuhan khusus memiliki hal dan kewajiban yang sama dalam menempuh suatu pendidikan seperti yang telah diterapkan dalam undang-undang, hak tersebut diatur dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Sidiknas pasal 23 yang menyatakan bahwa pendidikan khusus (pendidikan luar biasa untuk peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajarp karena memiliki kelaian baik pada fisik, mental, emosiaonal dan juga sosial. Banyaknya perbedaan dalam pengertiang anak berkebutuhan khusus dan anak luar biasa mengandung disparitas definisi yang cukup besar

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah orang-orang yang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang lain yang dianggap normal oleh masyarakat umum. ABK menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan memiliki tingkat emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak sebayanya atau di luar standar sosial yang berlaku, sehingga sulit untuk berhasil dalam aktivitas sosial, personal, dan pendidikan.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan dalam perkembangan dan pertumbuhan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dibandingkan dengan anak lain seusianya. sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus untuk anak-anak (Erawati et al., 2016).

Menurut Pasal 31 Ayat 1 UUD, "setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa batas. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam membuat dan mengambil keputusan setiap aturan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa "pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa."


  1. Pembahasan

  1. Peran Guru Kelas

Guru berperan penting sebagai fasilitator pembelajaran. Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan pelajaran, mereka juga harus memimpin, mendorong, dan membuat kelas menjadi menyenangkan. Peran guru tidak hanya terbatas pada pendidikan; mereka juga bertanggung jawab untuk membangun karakter dan tingkah laku siswa. Guru harus menjadi contoh moral, disiplin, dan moral lainnya. Selain itu, ia bertanggung jawab untuk mengajarkan siswa kebiasaan yang baik, yang dapat memengaruhi kepribadian mereka. Guru menghadapi tantangan yang lebih sulit ketika berbicara tentang pendidikan inklusif karena mereka harus menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan siswa yang beragam, termasuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Oleh karena itu, guru harus mempertimbangkan pembelajaran dan membuat lingkungan yang mendukung perkembangan setiap siswa (Rasyada et al., 2022).

Peran guru untuk siswa reguler dan berkebutuhan khusus di sekolah dasar sangat penting. Untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, metode yang berbeda diperlukan untuk memahami situasi dan kebutuhan khusus mereka. Guru harus merencanakan pembelajaran dengan hati-hati dan membuat lingkungan belajar yang positif. Menurut Abdullah Ali (2022), sebagai pengajar utama, guru kelas bertanggung jawab untuk merencanakan, menerapkan, dan menentukan strategi pembelajaran yang paling efektif serta menemukan cara untuk mengatasi tantangan pembelajaran. Dalam kelas inklusif, guru pendamping dapat membantu siswa berkebutuhan khusus dalam proses belajar mereka, sementara guru kelas menjelaskan kondisi siswa lain agar mereka memahaminya. Untuk mendukung pembelajaran yang efektif bagi setiap siswa, guru juga harus berkomunikasi dengan orang tua mereka.

Guru kelas menyimpan pikulan yang lebih luas terhadap perkembangan peserta didik secara keseluruhan, mereka bisa menerima subsidi emosional, dan mereka berperan penting dalam menjadi siswa yang memiliki kepercayaan diri. Guru mata pelajaran, di sisi lain, menyimpan pikulan yang lebih luas terhadap perkembangan peserta didik secara keseluruhan. menyimpan bagian yang lebih rinci untuk membimbing subjek tertentu. Dengan mempertimbangkan persepsi terkandung, jelas bahwa seorang guru memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan setiap siswanya dengan menggunakan semua keilmuannya. Untuk memenuhi tuntutan zaman, guru harus lebih waspada dan cermat dalam meningkatkan pengetahuan, teknologi, dan pembaharuan yang terus berkembang.


  1. Pembelajaran Inklusif

Pendidikan inklusif menekankan bahwa setiap anak berhak belajar bersama dalam lingkungan yang sama tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau perbedaan lainnya. Tujuannya adalah membuat sistem pendidikan yang mampu menerima keberagaman siswa sebagai kekayaan dalam pembelajaran dan bukan sebagai hambatan (Suardana et al., 2023). Pendidikan inklusif juga bertujuan untuk memberikan layanan secara keseluruhan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), tidak hanya melalui partisipasi fisik tetapi juga dengan memaksimalkan potensi dan kelebihan mereka (Hajar, 2017).

Pendidikan inklusif dapat membantu siswa mengubah tingkah laku atau sikap mereka terhadap perbedaan melalui pembelajaran kooperatif. Pada akhirnya, ini akan menghasilkan anggota.
komunitas yang ramah dan tidak diskriminatif terhadap setiap orang. Dengan memfasilitasi dan memberikan layanan, pembiasaan lingkungan juga dapat membantu kepentingan semua siswa, serta pembiasaan kemampuan, kemahiran, dan pengetahuan pendidik. Pendidikan inklusif berfungsi sebagai jawaban atas nasib baik setiap anak yang didasarkan pada prinsip persamaan, pengertian, dan nasib baik individu. Pendidikan ini memungkinkan semua siswa yang memiliki kelainan untuk masuk sekolah dan belajar di sekolah biasa selama waktu kelas.

Pendidikan inklusif berpusat pada gagasan bahwa semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), berhak atas pendidikan bersama tanpa diskriminasi. Interaksi sosial yang setara membantu ABK merasa diterima dan berkembang secara positif (Ita, 2019). Paradigma ini muncul sebagai tanggapan atas ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan segregatif. Setiap anak berhak atas pendidikan yang adil dan setara tanpa memandang keadaan fisik atau mentalnya. Sekolah inklusif harus menciptakan lingkungan yang menyambut keberagaman dan menghormati setiap orang karena mereka adalah bagian dari masyarakat yang beragam.


  1. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) biasanya mendapat perlakuan kasihan karena dianggap berbeda dan lemah dibandingkan anak normal. Padahal, setiap anak memiliki keunggulan dan kelemahan. ABK harus dikenali dengan potensi mereka dan diberi perhatian khusus untuk mengembangkannya sebaik mungkin. Mereka adalah anak-anak yang unik dengan fisik, mental, atau emosional yang berbeda. Karena setiap anak memiliki latar belakang dan perkembangan yang berbeda, serta kebutuhan dan hambatan belajar yang unik, pendidikan inklusif menghargai keberagaman. Oleh karena itu, pendidikan harus disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya.

Anak berkebutuhan khusus dapat didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan secara individual dengan kesulitan dan kebutuhan belajar masing-masing anak. Anak yang dianggap sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memenuhi syarat sebagai anak berkebutuhan khusus.
Anak-anak ini berbeda dari anak biasa dalam hal fisik, kemampuan berpikir, indra, neuromuskular, perilaku sosial dan emosi, dan kemampuan berkomunikasi. Menurut Suharsiwi (2017), penyebabkan anak melibatkan penyesuaian tugas sekolah, pendekatan pengajaran, dan layanan terkait lainnya yang bertujuan untuk memaksimalkan perkembangan potensi anak. Anak-anak yang membutuhkan bantuan khusus dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: yang butuh bantuan sementara dan yang butuh bantuan selamanya berdasarkan lingkup konsepnya.

  1. Anak Berkebutuhan Khusus Dengan Kondisi Sementara (Temporer)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar atau pertumbuhan karena faktor eksternal, seperti trauma atau perbedaan lingkungan budaya dan bahasa. Trauma emosional yang disebabkan oleh kekerasan atau perpindahan negara yang menyebabkan perbedaan bahasa dapat menghambat proses belajar anak. Meskipun kondisi ini tidak permanen, tanpa intervensi yang tepat, efeknya dapat bertahan lama. Oleh karena itu, anak-anak yang hidup dalam situasi seperti ini membutuhkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya agar mereka dapat berkembang dan beradaptasi secara optimal.


  1. Anak Berkebutuhan Khusus Dengan Kondisi Menetap (Permanen)

Anak-anak dengan kebutuhan khusus dengan sifat tetap didefinisikan sebagai anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam belajar dan perkembangan sebagai akibat dari kondisi disabilitas tertentu, seperti gangguan penglihatan, pendengaran, kecerdasan, komunikasi, emosi, atau perilaku (Una et al., 2023). Anak autistik, contohnya, membutuhkan perawatan khusus karena sifatnya. Dengan dukungan yang tepat, mereka tetap dapat belajar dan beraktivitas secara mandiri meskipun memiliki keterbatasan. Anak dengan kebutuhan khusus, baik tetap maupun sementara, berhak atas pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka, serta lingkungan yang mendukung dan harmonis.


  1. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus

Terdapat beberapa jenis pada anak berkebutuhan khusus yaitu:

  1. Tungarungu

Ada gangguan pendengaran yang menghambat penyandang tunarungu untuk mendengar dengan baik. Tunarungu kesulitan berkomunikasi dan berbicara karena sebagian atau seluruh alat bantu dengar tidak berfungsi (Setiawati & Nai'mah, 2020). Anak tunarungu cenderung kekurangan kosakata, yang menghambat mereka dalam memahami dan menyampaikan informasi. Namun, mereka tidak mengalami masalah dalam perkembangan kecerdasan secara keseluruhan, hanya pada aspek pendengaran dan komunikasi. Akibatnya, guru harus menggunakan pendekatan khusus untuk mengajarkan materi pelajaran kepada anak tunarungu.

  1. Tunagrahita

Keterbelakangan mental, juga dikenal sebagai tunagrahita, adalah kondisi di mana seorang anak mengalami gangguan psikologis dan intelektual, kecerdasan di bawah rata-rata, dan kesulitan beradaptasi secara sosial. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berfungsi secara adaptif, berperilaku sosial, dan berpikir (Fakhiratunnisa et al., 2022). Anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, meskipun mereka memiliki keterbatasan. Semua anak tunagrahita menghadapi masalah yang berbeda, tetapi ada beberapa hal yang membuatnya lebih mudah untuk mengkategorikan masalah mereka dalam konteks pendidikan. Oleh karena itu, agar guru dapat berfungsi secara efektif dalam masyarakat di masa depan, sangat penting bagi mereka untuk dididik dan mendapatkan dukungan psikologis.

  1. Tunanetra

Anak tunanetra memiliki gangguan penglihatan yang bervariasi dari kebutaan total hingga gangguan penglihatan fungsional. Keterbatasan penglihatan yang mengganggu orientasi sekitar anak dianggap tunanetra. Alat seperti kacamata pembesar masih dapat membantu anak tunanetra mengenal huruf dan angka (Khairun Nisa et al., 2018). Terlepas dari kenyataan bahwa mereka membutuhkan instruksi khusus, seperti belajar Braille, mereka juga diajarkan bagaimana memanfaatkan bagian dari penglihatannya yang tersisa. Anak tunanetra membutuhkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya, dukungan dari masyarakat, dan perhatian khusus dari orang-orang di sekitarnya.

  1. Tunadaksa

Anak tunadaksa mengalami gangguan fisik pada tubuh mereka, seperti tulang, otot, dan persendian, karena kelainan lahir, kecelakaan, atau kerusakan otak. Penyakit seperti polio, distrofi otot, dan spina bifida termasuk dalam kategori ini. Anak tunadaksa biasanya tidak memiliki masalah intelektual meskipun mereka mengalami gangguan motorik. Penyandang disabilitas fisik membutuhkan lebih banyak perhatian, terutama dalam hal perkembangan sosial emosional dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Fungsi normal tubuh terpengaruh oleh gangguan fisik ini. Karena keterbatasan motorik halus, beberapa anak dengan paraplegia mungkin mengalami kesulitan menulis (Siaahan Hasnah, Armanila, 2022).

  1. Tunalaras

Anak tunalaras adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus yang mengalami gangguan perilaku dan emosional, yang berdampak pada interaksi sosial dan proses belajar. Mereka tampak seperti anak normal, tetapi mereka sering kesulitan mengontrol emosi dan berinteraksi dengan teman sebaya. Anak tunalaras dapat memperbaiki perilakunya dan mengendalikan emosinya dengan bantuan orang tua. Anak-anak dengan kondisi ini sering kali sulit diterima di lingkungan sosial. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan perkembangan emosional dan sosial anak mereka dan membantu mereka beradaptasi dan diterima oleh masyarakat (Daulay et al., 2023).

  1. Autis

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang berdampak pada kemampuan berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan merasakan emosi. Anak-anak dengan autisme cenderung menyendiri dan mengalami kesulitan dalam memahami informasi, berbicara, mendengarkan, bermain, dan belajar. Gangguan ini dapat muncul sejak usia tiga tahun dan berdampak pada perkembangan sosial dan komunikasi. Autisme berkisar dari ringan hingga berat, dan dapat menyebabkan kesulitan dalam perilaku, rutinitas, dan minat. Anak-anak dengan autisme menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan mengaktualisasikan tingkah laku mereka (Nurfadhillah et al., 2021; Marienzi, 2012).


  1. Kesimpulan

Guru sangat penting untuk membantu siswa mewujudkan tujuan hidup mereka. Guru harus memperhatikan setiap siswa secara khusus karena minat, bakat, kemampuan, dan potensi setiap siswa tidak akan berkembang tanpa bantuan mereka. Perbedaan antara satu dengan yang lain sangat mendasar.

Tahap penting dalam kehidupan adalah pendidikan, dan setiap anak, terlepas dari kondisi fisik atau mentalnya, memiliki potensi yang unik. Anak-anak dengan kebutuhan khusus berhak atas pendidikan yang sesuai dengan kondisi mereka. Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mereka dalam sistem pendidikan inklusif. Sangat penting bagi guru kelas untuk mendampingi anak sepanjang proses pembelajaran dan memastikan bahwa pembelajaran berjalan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing anak. Untuk memastikan bahwa semua anak menerima pendidikan yang sama, pemerintah juga membuat perundang-undangan tentang pendidikan inklusif.









Daftar Pustaka

Abdullah Ali. (2022). Peran Guru Dalam Pengelolaan Kelas. Jurnal Eksperimental : Media Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 10(2), 20–27.

Daulay, N. A., Mayanjani, T., Wulandari, S., & Darmayanti, N. (2023). Pentingnya Mengenali Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Laras. Journal Of Social Science Research, 3(3), 3652–3658.

Amala, A. K., & Kaltsum, H. U. (2021). Peran Guru sebagai Pelaksana Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Menanamkan Kedisiplinan Bagi Peserta Didik di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(6), 5213–5220

Fitria, Rona. (2012). PROSES PEMBELAJARAN DALAM SETTING INKLUSI DI SEKOLAH

Nurfadhillah, Septy. (2021). PENDIDIKAN INKLUSI SEKOLAH DASAR. Sukabumi: CV Jejak.




















×
Berita Terbaru Update