-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Peran Strategis Guru dalam Mengelola Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan Perilaku di Kelas Inklusif

Rabu, 16 April 2025 | April 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-17T03:03:25Z

Peran Strategis Guru dalam Mengelola Perilaku Anak dengan Hambatan Emosi dan  Perilaku di Kelas Inklusif 

Nurlia Ari Dwiyanti/2022015082 

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

nurliaarid@gmail.com 



I. Pendahuluan 

Pendidikan inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang memberikan kesempatan  kepada semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki hambatan emosi dan perilaku, untuk  belajar bersama dalam satu lingkungan yang sama tanpa diskriminasi. Dalam konteks ini, sekolah  dituntut untuk mampu mengakomodasi perbedaan kebutuhan siswa agar mereka dapat belajar  secara optimal. Anak-anak dengan hambatan emosi dan perilaku memerlukan pendekatan yang  berbeda dibandingkan anak-anak lainnya karena tantangan yang mereka hadapi berpengaruh  terhadap proses belajar dan interaksi sosial mereka di lingkungan sekolah. 

Hambatan emosi dan perilaku meliputi berbagai bentuk gangguan, seperti perilaku agresif,  menarik diri secara sosial, kesulitan mengatur emosi, serta gangguan atensi dan hiperaktivitas. Jika  tidak ditangani secara tepat, hambatan ini dapat menghambat perkembangan akademik dan sosial  anak. Oleh karena itu, guru memiliki peran yang sangat strategis sebagai garda terdepan dalam  membantu anak mengelola perilaku mereka serta menciptakan suasana belajar yang aman dan  mendukung. 

Namun, dalam praktiknya, banyak guru belum mendapatkan pelatihan khusus atau  pengalaman yang memadai dalam menangani anak dengan kebutuhan khusus ini. Hal ini  menyebabkan banyak tantangan yang muncul di kelas inklusif, baik bagi guru maupun siswa. Maka  dari itu, dibutuhkan pemahaman mendalam, kolaborasi lintas profesi, dan pendekatan sistematis  agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan inklusif. 

Artikel ini bertujuan untuk mengupas lebih dalam peran guru dalam mengelola perilaku  anak dengan hambatan emosi dan perilaku di kelas inklusif. Fokus utama pembahasan mencakup  tahapan identifikasi, strategi pengelolaan perilaku, pentingnya kolaborasi dengan pihak lain, serta  pengembangan kompetensi profesional guru. 

II. Pembahasan 

1. Deteksi Dini Masalah Emosi dan Perilaku di Kelas Inklusif

Langkah pertama dalam pengelolaan perilaku anak dengan hambatan emosi adalah  melakukan deteksi dini atau identifikasi kebutuhan khusus tersebut. Guru harus mampu  mengenali gejala-gejala perilaku yang menyimpang dari perkembangan anak normal,  seperti tantrum berlebihan, perilaku agresif terhadap teman atau guru, menarik diri dari  lingkungan sosial, hingga tidak mampu memusatkan perhatian dalam waktu lama. Menurut  Warsini (2019), anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku menunjukkan dua gejala  utama yaitu internalisasi (seperti cemas, menarik diri) dan eksternalisasi (seperti agresi,  tidak patuh). 

Proses deteksi ini dapat dilakukan melalui observasi berkelanjutan, pengisian  instrumen penilaian perilaku, wawancara dengan orang tua, dan diskusi dengan tim  pendukung seperti psikolog sekolah. Identifikasi yang akurat menjadi dasar penting bagi  guru dalam merancang intervensi pembelajaran dan perilaku yang tepat sasaran. 

2. Strategi Pengelolaan Perilaku di Kelas Inklusif 

Setelah proses identifikasi dilakukan, guru perlu merancang strategi pengelolaan  perilaku yang disesuaikan dengan karakteristik anak. Salah satu strategi yang umum  digunakan adalah penerapan manajemen kelas berbasis penguatan positif. Dengan  memberikan pujian, hadiah simbolik, atau tanggung jawab kepada anak yang  menunjukkan perilaku positif, guru dapat memotivasi anak untuk terus memperbaiki  perilakunya. 

Gartrell dan Cairone (2014) menekankan bahwa guru sebaiknya tidak hanya fokus  pada koreksi perilaku negatif, melainkan harus membangun keterampilan sosial dan  emosional anak melalui pendekatan preventif dan suportif. Guru juga dapat menggunakan  teknik visual, jadwal harian yang terstruktur, serta penggunaan isyarat non-verbal untuk  membantu anak memahami harapan perilaku di kelas. 

Selain itu, penting bagi guru untuk menyesuaikan pendekatan instruksional dengan  kebutuhan individual anak. Misalnya, memberikan waktu tambahan untuk menyelesaikan  tugas, menggunakan media pembelajaran yang menarik, serta memberikan ruang tenang  bagi anak yang membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. 

3. Kolaborasi dengan Orang Tua dan Profesional Lain 

Mengelola perilaku anak di kelas inklusif tidak bisa dilakukan sendiri oleh guru. 

Kolaborasi dengan orang tua dan tenaga ahli seperti terapis perilaku, konselor, atau  psikolog sangat penting dalam menyusun program modifikasi perilaku yang menyeluruh.  Komunikasi dua arah antara guru dan orang tua memungkinkan pertukaran informasi  mengenai kondisi anak di rumah dan sekolah, sehingga strategi yang diterapkan menjadi  lebih konsisten. 

Menurut Friend dan Bursuck (2012), kolaborasi antar profesional dalam  pendidikan inklusif merupakan kunci keberhasilan intervensi, karena setiap pihak  membawa perspektif dan keahlian berbeda yang saling melengkapi. Guru dapat  mengadakan pertemuan rutin dengan tim layanan khusus untuk mengevaluasi  perkembangan anak dan menyesuaikan strategi yang diterapkan. 

4. Pengembangan Kompetensi Profesional Guru 

Guru di kelas inklusif harus terus mengembangkan kompetensinya agar mampu  merespons dinamika kebutuhan siswa yang beragam. Pelatihan, workshop, serta studi  lanjut dalam bidang pendidikan inklusi, psikologi anak, atau manajemen perilaku menjadi  bagian penting dalam peningkatan kapasitas guru. 

Kemampuan guru untuk melakukan refleksi diri dan keterbukaan terhadap  masukan juga berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan kelas. Menurut Sukarno  (2021), guru inklusif yang efektif adalah mereka yang memiliki pengetahuan pedagogis  yang kuat, empati terhadap siswa, serta keterampilan komunikasi interpersonal yang tinggi. 

III. Kesimpulan 

Peran guru dalam mengelola perilaku anak dengan hambatan emosi dan perilaku di kelas  inklusif sangatlah kompleks dan memerlukan pendekatan multidimensi. Dimulai dari deteksi dini,  penerapan strategi pembelajaran yang adaptif, hingga kolaborasi dengan orang tua dan tenaga ahli,  semuanya berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang suportif. Guru juga harus  secara berkelanjutan meningkatkan kompetensinya agar mampu menjawab tantangan pembelajaran  inklusif secara profesional dan berempati. Pendidikan inklusif yang berhasil membutuhkan kerja  sama lintas profesi dan komitmen bersama demi keberhasilan setiap peserta didik. 

IV. Referensi 

Astuti, R. (2024). Peran Guru dalam Suksesnya Pembelajaran Inklusif di Kelas.  Pendidikankhas.com.

Friend, M., & Bursuck, W. D. (2012). Including Students with Special Needs: A Practical  Guide for Classroom Teachers. Pearson. 

Gartrell, D., & Cairone, K. (2014). A Guidance Approach for the Encouraging  Classroom. Cengage Learning. 

Sukarno, S. (2021). Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Inklusif. Jurnal Pendidikan  Khusus, 9(1), 23-31. 

Warsini, S. (2019). Gambaran Perilaku Anak Berkebutuhan Khusus dan Penanganannya  oleh Guru di Sekolah Inklusi. Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas, 3(2), 111–118.


×
Berita Terbaru Update