Perancangan Program Individual (PPI) Berbasis Modifikasi Perilaku
Resa Dani Rohmi Aton
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sarjanwiyata Tamansiswa Yogyakarta
Email: resadani521@gmail.com
Abstrak
Pendidikan inklusi merupakan kebijakan yang mendukung siswa dengan kebutuhan khusus agar memperoleh kesempatan untuk belajar di lingkungan yang sama dengan siswa pada umumnya tanpa didiskriminasikan. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru dalam pelaksanaan pendidikan inklusi yakni penyusunan program pendidikan individual (PPI) untuk memberikan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan, kesiapan, potensi, dan karakteristik siswa. Namun berdasarkan hasil observasi dan studi literatur, proses ini nyatanya belum banyak dipahami oleh guru dalam praktek keseharian mengajar di sekolah. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis keterampilan guru dalam penyusunan PPI serta mengembangkan teknologi asistif perancangan PPI di sekolah inklusi.
Kata Kunci: Teknologi asistif, PPI Pendidikan Inklusif
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sektor utama dalam membangun peradaban manusia dan melahirkan generasi-generasi yang unggul, berkarakter, serta sejalan dengan amanat tujuan nasional pendidikan (Herlambang et al., 2021). Pendidikan sejatinya merupakan hak bagi seluruh warga negara, termasuk bagi anak penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus. Hal ini sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 (Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003)yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk itu pendidikan inklusif hadir sebagai solusi agar siswa dengan kebutuhan khusus mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan di lingkungan yang sama dengan siswapada umumnya tanpa di diskriminasikan.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan maupun perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental intelektual, sosial dan emosi dibandingkan dengan anak- anak lain seusianya sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus (Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Jika anak berkebutuhan khusus dimasukkan ke sekolah regular dengan Kurikulum Standar Nasional tanpa adanya layanan pendidikan khusus, maka nantinya di kemudian hari anak-anak ini akan mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran. Hal ini memunculkan potensi anak untuk tidak naik kelas atau putus sekolah sehingga anak tidak lagi memperoleh kesempatan dalam pendidikan. Kegiatan pembelajaran sebagai bagian dari pelayanan pendidikan inklusif perlu pengaturan, perencanaan, dan pelaksanaan yang baik.
Gangguan perilaku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan lemahnya kontrol diri dan hal itu merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada anak-anak (Muhammad Dwi, 2010:7).
Modifikasi perilaku merupakan penerapan teori belajar operant conditioning untuk mengubah perilaku. Operan conditioning ditemukan oleh B.F Skinner mengacu pada hubungan antara lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang spesifik.
Artikel ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi asistif berupa sistem otomatisasi yang akan membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran individual dan mempersonalisasi pengajaran bagi siswa dengan kebutuhan khusus di sekolah inklusi. PPI sebagai salah satu solusi untuk mengatasi ketidakjelasan bentuk pelayanan ABK di kelas reguler merupakan sebuah dokumen yang harus disusun dan diimplementasikan secara bertahap. Dalam implementasinya, guru harus memiliki kesiapan dan keterampilan dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus, memerhatikan pemenuhan sarana prasarana penunjang termasuk ruang sumber sebagai ruang khusus, dan memeroleh dukungan yang positif dari seluruh warga sekolah.
PEMBAHASAN
Permasalahan Perilaku Siswa
Jenis perilaku bermasalah siswa menurut dampak digolongkan menjadi dua, yakni siswa bermasalah perilaku eksternal dan internal. Perilaku bermasalah eksternal merupakan perilaku yang dampak negatifnya dirasakan oleh orang lain. Perilaku tersebut berupa perilaku agresif fisik, agresif verbal, dan perilaku suka mengganggu teman. Adapun perilaku bermasalah internal merupakan perilaku bermasalah yang dampaknya hanya dirasakan secara langsung oleh pelaku. Perilaku bermasalah internal yang muncul meliputi perilaku menghindar karena takut.
Kebutuhan Guru mengenai Penanganan Perilaku Bermasalah Siswa
Guru menyatakan tingkat pengaturan perilaku bermasalah pada siswa relatif sulit. Selama ini sekolah mengupayakan pengelolaan perilaku yang dilaksanakan oleh guru baik secara individual maupun bekerjasama dengan guru lain atau di bawah koordinasi kepala sekolah. FGD bersama guru menunjukkan fakta bahwa selama ini semua guru di sekolah yang memiliki siswa dengan perilaku bermasalah sudah mempraktikkan pengelolaan perilaku untuk mencegah dan menangani. Sifat pengelolaan perilaku yang dilaksanakan oleh guru atau sekolah untuk merespon perilaku bermasalah siswa selama ini adalah sebagai berikut.
Dilaksanakan tanpa didasari asesmen perilaku yang prosedural dan mendalam. Asesmen perilaku penting agar diketahui jenis perilaku bermasalah, motivasi berperilaku, serta pola-pola perilaku lain seperti pemicu dan akibat yang muncul mengiringi perilaku. Asesmen yang tidak prosedural menyebabkan pemahaman guru mengenai perilaku bermasalah siswa tidak sistematis. Artinya, meskipun guru telah mengetahui jenis dan karakteristik perilaku bermasalah siswa secara lengkap karena lamanya interaksi guru dengan siswa tersebut, namun data yang dimiliki guru kurang tersistem. Data yang tidak tersistem sulit untuk menjadi pijakan untuk merumuskan pengelolaan perilaku yang sesuai.
Menggunakan metode tradisional, yakni menerapkan penguat hadiah dan hukuman dengan tanpa kesepakatan dengan siswa di awal, insidental, dan kurang konsisten.
Koordinasi antar guru maupun kepala sekolah dengan guru-guru untuk mengelola perilaku bermasalah sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan pernyataan semua guru bahwa semua guru di sekolah akan membantu ‘mengawasi’ dan memberi tindakan pada siswa yang sudah diketahui bersama sering bermasalah perilaku.
Kebutuhan guru dan sekolah akan program pengelolaan perilaku bermasalah dapat disimpulakan berdasarkan hasil asesmen perilaku yang menemukan pola-pola perilaku bermasalah siswa, fakta-fakta yang disampaikan guru mengenai pengelolaan perilaku bermasalah, serta pendapat kepala sekolah dan guru saat FGD. Kebutuhan tersebut seperti berikut.
Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki guru mengenai bagaimana melaksanakan asesmen perilaku bermasalah yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Pengetahuan dan keterampilan untuk merancang Program Pembelajaran Individual (PPI) yang sesuai dengan karakteristik individual siswa yang memasukkan unsur pengelolaan perilaku bermasalah dalam skenario pembelajaran.
Pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik-teknik modifikasi perilaku yang integratif dengan pembelajaran. Teknik modifikasi perilaku tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari.
Model Modifikasi Perilaku Terintegrasi Pembelajaran untuk Anak dengan Masalah Perilaku di SLB E
Temuan penelitian mengenai pola-pola perilaku bermasalah pada siswa menunjukkan bahwa pada umumnya perilaku bermasalah dilakukan siswa dengan motivasi perilaku escape atau menghindari aktivitas dan tugas pembelajaran. Motivasi yang sering muncul setelah escape adalah tangibel. Beberapa perilaku bermasalah dilakukan siswa untuk mendapatkan benda atau kegiatan yang diinginkan. Misalnya anak memukul teman yang tidak mau memberikan benda yang disukai, atau anak tidak mau mengerjakan tugas karena ingin keluar kelas.
KESIMPULAN
Program Pembelajaran Individual (PPI) dengan menggunakan metode chaining baik yang forward maupun backward, dan total task presentation efektif untuk diterapkan pada anak dengan disabilitas intelektual sedang dalam hal belajar mengancingkan baju. Pemilihan metode disesuaikan dengan kondisi anak dalam hal ini adalah tingkat awal kemampuan mengancingkan baju. Pemberian reinforcement efektif adalah pemberian pujian dan token economy berupa pemberian susu. Hal ini meningkatkan semangat dan daya juang siswa untuk terus mencoba belajar mangancingkan baju dengan memberikan pujian serta tepuk tangan, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri pada anak.
Kebutuhan guru dalam penanganan permasalahan perilaku di SLB E Bina Putera berupa pengetahuan dan keterampilan asesmen perilaku dalam pembelajaran, pengetahuan dan keterampilan merancang Program Pembelajaran Individual (PPI) yang sesuai dengan karakteristik individual siswa yang memasukkan unsur pengelolaan perilaku bermasalah dalam pembelajaran, menentukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang integratif dengan pembelajaran.
Model modifikasi terintegrasi pembelajaran dimulai dari temuan motif perilaku bermasalah yakni menghindar. Modifikasi perilaku diawali dengan asesmen mendalam mengenai ancedentent dan consequence dari perilaku, dan menerapkan perbaikan perilaku sesuai jenis dan motiv perilaku bermasalah
Sarana dan Prasarana
Penelitian ini merekomendasikan saran untuk sekolah agar mempersiapkan program asesmen perilaku bermasalah terutama pada siswa yang bermasalah perilaku pada awal siswa bersekolah dan secara berkala untuk mengetahui perkembangan perilaku. Asesmen perilaku tersebut menjadi dasar pijakan intervensi pendidikan dan intervensi perilaku bermasalah pada siswa.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi asistif berbasis sistem otomatisasi untuk penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam memberikan layanan pembelajaran inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus.
REFRENSI
Lestari, T., Dinarzah, A. A., Yusufi, F., Muhammad, R., & Kurnia, R. N. (2025). TEKNOLOGI ASISTIF PERANCANGAN PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL SISWA KEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR INKLUSI. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 10(01), 221-232.
Purwanta, E. (2014). Pengembangan model modifikasi perilaku terintegrasi program pembelajaran untuk anak dengan masalah perilaku. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 33(2).
Lestari, D., & Andayani, B. (2020). Program pembelajaran individual: Meningkatkan keterampilan mengancingkan baju pada anak disabilitas intelektual sedang. Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak, 6(1), 27-40.
Farisia, H. (2017). Strategi optimalisasi kemampuan belajar anak berkebutuhan khusus (abk) melalui program pembelajaran individual (PPI). SELING: Jurnal Program Studi PGRA, 3(2), 1-17
Nugroho, W. S. (2021). Pemetaan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusi melalui program identifikasi dan asesmen. Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata, 2(1), 111-117.