-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

STRATEGI GURU DALAM MENGHADAPI TANTANGAN MODIFIKASI PERILAKU SISWA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF

Rabu, 16 April 2025 | April 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-16T22:54:00Z

 STRATEGI GURU DALAM MENGHADAPI TANTANGAN MODIFIKASI PERILAKU SISWA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF


Dea Nurul Ramadhanti/ 2022015146

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

deanurulramadhanti16@gmail.com




PENDAHULUAN

Pendidikan Inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah yang berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Semua siswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh Pendidikan dan tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara fisik, mental, sosial, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi. 

Konsep pendidikan inklusif sejalan dengan filosofi pendidikan nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik hanya karena perbedaan kondisi dan latar belakangnya. Menurut Sapon Shevin dalam O’Neil 1994, Inklusif bukan hanya mereka yang berkelainan atau luar biasa melainkan berlaku untuk semua anak. Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler. 

Pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, dan sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.


PEMBAHASAN

Tantangan dalam Penerapan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar

Tantangan dalam penerapan modifikasi pendidikan inklusi di Sekolah Dasar dapat dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut: 

  1. Peserta didik 

Peserta didik adalah subjek utama dalam pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, sehingga penting bagi para pendidik untuk memperlakukan dan memahami peserta didik sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Beberapa masalah yang terkait dengan peserta didik telah diidentifikasi oleh Agustin (2019), termasuk:

  1. Kehadiran anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan beragam masalah yang berbeda dalam satu kelas dapat menjadi tantangan yang signifikan bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam menyediakan layanan yang efektif.

  2. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar dengan baik, yang disebabkan oleh kesenjangan yang signifikan dalam kemampuan akademik antara mereka dan anak-anak reguler. Hal ini menuntut penyesuaian yang cukup banyak dalam pendekatan pembelajaran bagi ABK tersebut.

  3. Sikap anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belum mampu mengikuti aturan dapat mengganggu proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sedang berlangsung.

  4. Permasalahan yang muncul dari siswa reguler terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sering kali berkaitan dengan kurangnya empati dan kesadaran terhadap tantangan yang dihadapi oleh anak ABK tersebut (Rizki Ailulia, 2021).

  1. Kurikulum

Kurikulum pendidikan inklusi mengedepankan fleksibilitas dengan penyesuaian individual dan adaptasi sesuai karakteristik lembaga pendidikan. Implementasinya bertujuan meningkatkan kemandirian, kemampuan berpikir kritis, dan nilai-nilai kebersamaan. Permasalahan muncul ketika kurikulum tidak sesuai dengan kebutuhan anak, khususnya anak berkebutuhan khusus. 

Kurikulum yang ideal adalah yang dimodifikasi dari kurikulum standar untuk peserta reguler. Prinsip pendidikan yang mengakomodasi potensi siswa sesuai bakat dan minatnya diungkapkan sebagai penting. Pentingnya penilaian hasil belajar yang relevan dengan kurikulum yang digunakan, termasuk dalam ujian nasional. Namun, standar penilaian untuk siswa berkebutuhan khusus harus mempertimbangkan kecerdasan yang berbeda. 

  1. Tenaga Pendidik

Menurut Tarnoto (2016), dalam pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan inklusi di Sekolah Dasar, banyak permasalahan yang muncul terkait pemahaman guru. Permasalahan utama adalah kurangnya ketersediaan Guru Pendamping Kelas (GPK). Selain itu, kurangnya kompetensi praktisi dalam mengelola anak berkebutuhan khusus (ABK) juga menjadi masalah utama, menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). 

Selain itu, pemahaman yang kurang tentang cara menghadapi ABK, latar belakang pendidikan yang tidak sesuai, beban administrasi, kesabaran yang kurang, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang tua, dan kurangnya pengetahuan dalam menangani ABK juga menjadi masalah. Kurikulum yang tidak sesuai dan fasilitas pendukung yang kurang memadai juga menghambat program pendidikan inklusi.

  1. Kegiatan Pembelajaran 

Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan perilaku positif pada peserta didik melalui interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya. Praktisi pendidikan bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan perilaku peserta didik, terutama untuk siswa berkebutuhan khusus (ABK). Metode pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa sehingga tujuan pembelajaran mudah tercapai. 

Proses belajar-mengajar disesuaikan agar nyaman bagi peserta didik, dengan sumber belajar yang menarik namun tetap memenuhi standar kompetensi. Tenaga pendidik perlu pandai merancang strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu siswa, mengatasi masalah, dan memusatkan perhatian. Oleh karena itu, peran dan perhatian dari berbagai pihak, termasuk praktisi pendidikan sebagai tenaga pendidik yang berinteraksi langsung dengan siswa, sangatlah penting (Asiyah, 2018).

  1. Manajemen Sekolah

Manajemen pendidikan inklusi melibatkan serangkaian proses yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi dengan tujuan mencapai target yang telah ditetapkan. Sejumlah permasalahan terkait manajemen pendidikan inklusi diidentifikasi oleh Agustin (2019). 

Salah satunya adalah bahwa perencanaan pengelolaan pendidikan inklusi belum melibatkan praktisi dan personel lain secara menyeluruh. Pengorganisasian dalam pembagian tugas belum optimal dilakukan oleh praktisi yang bertugas, dan pengawasan terhadap kegiatan atau program masih belum dilakukan secara menyeluruh. Sekolah juga belum sepenuhnya siap untuk mengimplementasikan program inklusi, baik dari segi administrasi maupun sumber daya manusia (SDM). Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) juga belum berjalan secara optimal. Selama ini, anak berkebutuhan khusus (ABK) belum mendapatkan layanan dan program khusus dari sekolah untuk mengembangkan potensi mereka.

  1. Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana penting dalam mendukung pendidikan inklusif. Ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh besar bagi anak-anak berkebutuhan khusus karena mereka bergantung pada media pembelajaran. Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan unik, sehingga sekolah inklusif perlu menyediakan media pembelajaran beragam.

Namun, masalah utama muncul karena banyak sekolah inklusif yang belum dapat memenuhi kebutuhan akan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK) (Agustin, 2019). Selain itu, penggunaan media pembelajaran adaptif belum dimanfaatkan secara optimal, dan sering kali hanya tersedia media standar yang ditujukan untuk peserta didik reguler. Hal ini berarti tidak adanya media khusus yang dapat mendukung pembelajaran bagi peserta didik ABK agar lebih mudah memahaminya (Hera, 2018). 

  1. Kerjasama 

Kerjasama penting antara sekolah inklusi, pemerintah, dan wali murid untuk mendukung pendidikan inklusi. Namun peran pemerintah masih kurang aktif dalam implementasi. Permasalahan tersebut meliputi ketidakjelasan kebijakan, modifikasi kurikulum, pelatihan, dan perhatian terhadap tenaga profesional yang belum memadai. Tantangan ini juga termasuk keberlanjutan program pemerintah dan pelatihan pendampingan untuk mendukung pendidikan inklusi.

  1. Masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat yang beragam, dengan perbedaan latar belakang pendidikan, profesi, dan lain-lain, menghasilkan respons yang beragam terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus. Secara umum, masih ada sebagian masyarakat

yang memandang anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang aneh. Karena itu, saat

berinteraksi atau bertemu dengan anak berkebutuhan khusus di lingkungan masyarakat,

mereka cenderung mengabaikannya atau bahkan menghindarinya. Fenomena ini mencerminkan kurangnya perhatian dan kepedulian dari masyarakat terhadap Pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus, karena masih ada pandangan negatif yang beredar di masyarakat secara luas (Intan et al., 2020).

Strategi dalam Pengelolaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar

Dalam pengelolaan pendidikan inklusif, diperlukan berbagai strategi yang dirancang untuk    menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengakomodasi keberagaman siswa, terutama siswa berkebutuhan khusus. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas, partisipasi, dan keberhasilan akademik semua siswa, tanpa memandang keterbatasan fisik, kognitif, atau sosial.  Berikut adalah beberapa strategi utama dalam pengelolaan pendidikan inklusif:

  1. Peningkatan Kompetensi Guru

Salah satu strategi utama dalam pendidikan inklusif adalah meningkatkan kompetensi guru untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus. Guru harus memiliki pengetahuan dan   keterampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan individu siswa serta memberikan pengajaran yang berbeda sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini bisa dicapai melalui pelatihan professional yang berkelanjutan yang mencakup:

  1. Pelatihan Khusus: Melibatkan pelatihan dalam pendidikan inklusif, termasuk teknik pengajaran diferensiasi, manajemen kelas inklusif, serta penggunaan alat bantu dan teknologi yang mendukung pembelajaran siswa berkebutuhan khusus, sertab. 

  2. Workshop dan Seminar: Mengadakan kegiatan pelatihan berkala untuk memperkenalkan guru pada praktik terbaik pendidikan inklusif (Sharma, 2019). 

  1. Adaptasi Kurikulum dan Metode Pembelajaran

Kurikulum yang fleksibel dan metode pengajaran yang beragam sangat penting dalam pendidikan inklusif. Strategi ini memungkinkan sekolah untuk mengakomodasi kebutuhan beragam siswa melalui:

  1. Diferensiasi Pengajaran: Guru harus menyesuaikan materi ajar, metode pengajaran, dan penilaian agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Misalnya, memberikan opsi bagi siswa untuk menyelesaikan tugas melalui berbagai format, seperti presentasi, proyek, atau tulisan.

  2. Pembelajaran Kooperatif: Menggunakan pendekatan pembelajaranmyang melibatkan kerjasama antara siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus untuk mendorong interaksi sosial dan saling membantu (Sari & Putra., 2021).

  3. Penggunaan Teknologi Bantuan: Penerapan alat bantu teknologi, seperti perangkat lunak pembelajaran atau materi interaktif, dapat membantu siswa berkebutuhan khusus untuk lebih mudah memahami konsep yang diajarkan.

  1. Penyediaan Fasilitas Aksesibilitas yang Memadai

Aksesibilitas yang memadai merupakan bagian penting dari strategi pendidikan inklusif. Untuk itu, sekolah harus memastikan bahwa infrastruktur dan fasilitas yang tersedia dapat diakses oleh semua siswa. Strategi ini mencakup:

  1. Modifikasi Infrastruktur: Penyediaan jalur yang mudah diakses bagi pengguna kursi roda, pintu yang cukup lebar, toilet ramah disabilitas, serta ruang kelas yang dapat menampung siswa berkebutuhan khusus.

  2. Akses ke Bahan Belajar: Sekolah juga harus menyediakan bahan ajar yang dapat diakses oleh siswa tunanetra atau siswa dengan disabilitas sensorik lainnya, misalnya dengan menyediakan buku-buku braille atau perangkat audio (Widiastuti & Hadi., 2020).

  1. Kolaborasi antara Sekolah, Orang Tua, dan Pemangku Kepentingan

Pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi juga memerlukan   partisipasi aktif dari orang tua, komunitas, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Strategi ini meliputi:

  1. Komunikasi yang Efektif:  Membentuk komunikasi yang terbuka dan kolaboratif antara guru dan orang tua untuk membahas perkembangan siswa serta kebutuhan khusus mereka.

  2. Pembentukan Tim Pendukung: Sekolah dapat membentuk tim yang terdiri dari berbagai profesional seperti psikolog, terapis, dan konselor untuk mendukung siswa berkebutuhan khusus secara menyeluruh.

  3. Keterlibatan Komunitas: Komunitas lokal juga bisa dilibatkan dalam penyediaan sumber daya tambahan serta dukungan dalam mengadvokasi pendidikan inklusif (Epstein, 2018).

  1. Kebijakan Sekolah yang Mendukung Inklusi

Sekolah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif. Kebijakan ini harus mencakup:

  1. Komitmen terhadap Inklusi: Sekolah harus memiliki visi dan misi yang jelas untuk mendukung pendidikan inklusif.  

  2. Anggaran dan Sumber   Daya:   Menyediakan   anggaran   yang   memadai   untuk mendukung pendidikan inklusif, termasuk untuk pelatihan guru, fasilitas aksesibilitas, dan alat bantu belajar (Indriani, 2020).

  3. Pemantauan dan Evaluasi:  Kebijakan harus mencakup mekanisme untuk secara berkala mengevaluasi keberhasilan program inklusif di sekolah dan melakukan perbaikan jika diperlukan.

  1. Penguatan Dukungan Kebijakan dari Pemerintah

Pemerintah berperan  penting  dalam  menunjang keberhasilan  pendidikan  inklusif  di sekolah-sekolah dasar. Dukungan kebijakan dari pemerintah dapat berupa:

  1. Regulasi yang Jelas: Mengeluarkan regulasi yang mengharuskan setiap sekolah untuk menerapkan pendidikan inklusif serta memberikan standar minimum mengenai fasilitas dan layanan yang harus disediakan (Djafri, 2024).

  2. Bantuan Finansial:  Pemerintah juga perlu memberikan bantuan finansial kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan untuk memfasilitasi pelaksanaan program pendidikan inklusif (Indriani, 2020).

  3. Pengembangan Program Pelatihan Nasional: Program pelatihan nasional untuk guru di seluruh wilayah agar mereka siap mengajar di lingkungan inklusif.


KESIMPULAN

Dengan implementasi strategi yang tepat dan dukungan penuh dari seluruh aksesibilitas, pendidikan inklusif dapat ditingkatkan, sehingga setiap anak tanpa terkecuali memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Program kebijakan pendidikan inklusi pada saat ini telah berjalan, namun penerapannya masih jauh dari status memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari terbatasnya jumlah sekolah yang mampu    mengakomodasi kebijakan tersebut hingga tataran pelaksanaannya yang sering kali menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang begitu kompleks. 

Beberapa kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi  secara  garis besar diantaranya, masih minimnya sarana penunjang system Pendidikan inklusi,  terbatasnya pemahaman dan kompetensi yang dimiliki oleh para guru di sekolah inklusi,    sistem kurikulum pendidikan regular yang berlaku masih belum mengakomodasi kebutuhan  ABK,  stigma  negatif  masyarakat  terhadap  ABK, manajemen dan sumber  daya sekolah yang tidak memadai, hingga aksesibilitas fasilitas sekolah yang belum menerapkan prinsip  inklusif. 


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. H., Rahmi, A., Nurjanah, N. A., Fendra, Y., & Wismanto, W. (2024). Permasalahan Penerapan Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar. Harmoni Pendidikan: Jurnal Ilmu Pendidikan1(2), 102-111. https://doi.org/10.62383/hardik.v1i2.189


Meka, M., Dhoka, F. A., Poang, F., Dhey, K. A., & Lajo, M. Y. (2023). Pendidikan inklusi sebagai upaya mengatasi permasalahan sosial bagi anak berkebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan Inklusi Citra Bakti1(1), 20-30. https://doi.org/10.38048/jpicb.v1i1.2109

Mukti, H., Arnyana, I. B. P., & Dantes, N. (2023). Analisis pendidikan inklusif: Kendala dan solusi dalam implementasinya. Kaganga: Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora6(2), 761-777.

Pujiaty, E. (2024). Strategi pengelolaan pendidikan inklusif untuk meningkatkan aksesibilitas di sekolah dasar. Jurnal Tahsinia, 5(2), 241-252. https://doi.org/10.57171/jt.v5i2.584

Uyun, K., Astuti, R. D., Ningsih, T. W., Nofridayana, K., & Marhadi, H. (2024). Pengelolaan Pembelajran Anak Berkebutuhan Khusus pada Kelas Inklusi. Bersatu: Jurnal Pendidikan Bhinneka Tunggal Ika2(3), 135-152. https://doi.org/10.51903/bersatu.v2i3.720



 


×
Berita Terbaru Update