Strategi Modifikasi Perilaku dalam Menangani Perilaku Menantang Anak Berkebutuhan Khusus
Sukoco Triatmojo
2022015125
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Tmsukoco1@gmail.com
Pendahuluan
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah orang-orang yang memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda, baik dari segi kognitif, sosial, emosi, atau motorik. Karena perbedaan-perbedaan ini, mereka sering menunjukkan perilaku yang tidak lazim atau menantang, seperti agresi, tantrum, menolak instruksi, stereotipik, atau bahkan melukai diri sendiri. Perilaku perilaku ini tidak hanya menghambat perkembangan anak, tetapi juga menyulitkan guru, orang tua, dan lingkungan untuk memberikan dukungan terbaik. Oleh karena itu, untuk menangani perilaku menantang tersebut, diperlukan pendekatan yang sistematis, efektif, dan etis. Strategi modifikasi perilaku adalah salah satu pendekatan yang telah ditunjukkan paling efektif.
Konsep Modifikasi Perilaku
Metode yang disebut modifikasi perilaku bertujuan untuk mengubah perilaku individu dengan menggunakan teori behaviorisme. Penting untuk diingat bahwa penguatan (penguatan) dan hukuman (hukuman) memiliki kemampuan untuk mengubah, meningkatkan, atau mengurangi perilaku seseorang. Modifikasi perilaku digunakan untuk mendukung perilaku positif dan mengurangi perilaku
negatif atau menantang pada anak berkebutuhan khusus.
Menurut Miltenberger (2016), modifikasi perilaku merupakan proses yang melibatkan identifikasi perilaku target, asesmen fungsional, intervensi berbasis data, serta pemantauan dan evaluasi hasil. Strategi ini bersifat ilmiah, terukur, dan berbasis bukti (evidence-based), sehingga banyak digunakan oleh pendidik, terapis, maupun orang tua dalam menangani anak dengan kebutuhan khusus.
Jenis-Jenis Perilaku Menantang pada ABK
Sebelum menerapkan strategi modifikasi perilaku, penting untuk memahami jenis perilaku menantang yang umum terjadi pada anak berkebutuhan khusus. Beberapa contohnya antara lain:
• Tantrum: Ledakan emosi yang ditandai dengan menangis, berteriak, atau melempar barang.
• Agresivitas: Memukul, mencakar, menendang orang lain atau benda.
• Perilaku melukai diri sendiri: Menyakiti diri sendiri seperti membenturkan kepala atau menggigit tangan.
• Penolakan terhadap instruksi: Menolak mengikuti arahan guru atau orang tua.
• Perilaku stereotipik: Gerakan berulang seperti mengepakkan tangan, berputar-putar, atau mengulang kata.
Perilaku ini bisa timbul karena berbagai alasan seperti frustasi, kurangnya kemampuan komunikasi, overstimulasi sensorik, atau sekadar mencari perhatian. Oleh karena itu, strategi penanganannya tidak boleh bersifat generik, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak dan penyebab perilakunya.
Strategi Modifikasi Perilaku yang Efektif
Beberapa strategi modifikasi perilaku yang umum dan terbukti efektif dalam menangani perilaku menantang anak berkebutuhan khusus antara lain:
1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
Pemberian stimulus yang menyenangkan, seperti pujian, hadiah, atau aktivitas favorit, dilakukan setelah anak menunjukkan perilaku yang diharapkan sebagai bagian dari taktik ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan terjadi lagi di masa depan. Sebagai contoh, jika seorang anak dengan autisme tetap tenang selama lima menit selama sesi belajar, guru akan memberikan stiker atau waktu tambahan untuk bermain.
Penguatan positif telah terbukti meningkatkan komunikasi, kontrol diri, dan perilaku kooperatif (Alberto & Troutman, 2013).
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
Berbeda dari hukuman, penguatan negatif adalah menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan ketika anak menunjukkan perilaku yang diinginkan. Contohnya, jika anak menyelesaikan tugas tepat waktu, maka dia tidak perlu mengikuti sesi tambahan. Strategi ini meningkatkan motivasi anak untuk menyelesaikan tugas guna menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan.
3. Extinction (Pemadaman Perilaku)
Strategi ini dilakukan dengan cara menghentikan penguatan atas perilaku yang tidak diinginkan. Jika sebelumnya perilaku negatif anak selalu mendapatkan perhatian (meski dalam bentuk teguran), maka dengan extinction, perilaku tersebut diabaikan. Misalnya, jika anak melakukan tantrum untuk mendapatkan mainan, maka orang tua tidak menyerah dan tidak memberikan mainan tersebut.
4. Token Economy
Token diberikan dalam sistem ekonomi token sebagai penguatan yang dapat ditukar dengan hadiah tertentu. Anak-anak yang membutuhkan dorongan visual dan konkret akan cocok dengan sistem ini. Sistem ini membantu anak-anak memahami hubungan antara perilaku positif dan konsekuensinya.
5. Time-Out
Strategi ini berupa mengeluarkan anak dari situasi yang menyenangkan ketika ia menunjukkan perilaku menantang. Tujuannya bukan sebagai hukuman keras, tetapi untuk memberikan waktu kepada anak untuk menenangkan diri. Penerapan time-out harus dilakukan dengan konsisten dan tidak bersifat mempermalukan anak.
6. Prompting dan Shaping
Prompting adalah memberikan bantuan atau isyarat agar anak dapat melakukan perilaku yang diinginkan. Shaping adalah membentuk perilaku secara bertahap hingga anak mencapai perilaku target. Kedua teknik ini sangat berguna terutama bagi anak dengan kesulitan komunikasi atau keterlambatan perkembangan.
7. Functional Behavior Assessment (FBA)
Strategi ini bukan merupakan teknik modifikasi langsung, tetapi langkah awal penting. Dengan FBA, guru atau terapis menganalisis latar belakang, konteks, dan konsekuensi dari perilaku menantang untuk memahami fungsi dari perilaku tersebut. Setelah itu, strategi intervensi dapat dirancang secara lebih tepat.
Etika dalam Modifikasi Perilaku
Dengan mempertimbangkan hak dan martabat anak, metode modifikasi perilaku harus diterapkan secara etis. Hindari hukuman fisik, manipulasi emosional, atau taktik untuk merendahkan anak. Perencanaan intervensi harus melibatkan orang tua, anak, dan tenaga profesional, jika memungkinkan.
Baer, Wolf, dan Risley (1968) menekankan bahwa prinsip-prinsip dalam analisis perilaku terapan harus bersifat sosial signifikan, dapat diukur, dan memberi dampak positif jangka panjang terhadap individu.
Keterlibatan Orang Tua dan Guru
Strategi modifikasi perilaku sangat bergantung pada keberhasilannya. Akibatnya, kerja sama antara guru, orang tua, dan terapis sangat penting. Pelatihan
orang tua dan guru tentang teknik dasar modifikasi perilaku dapat meningkatkan hasil program. Selain itu, pencatatan data dan dokumentasi perilaku sangat penting untuk memantau perkembangan anak secara objektif.
Kesimpulan
Modifikasi perilaku merupakan strategi yang sangat efektif dan terbukti dalam menangani perilaku menantang pada anak berkebutuhan khusus. Dengan menggunakan prinsip-prinsip penguatan, pengurangan penguatan atas perilaku negatif, dan intervensi berbasis data, anak dapat dibantu untuk membangun perilaku yang lebih adaptif dan fungsional.
Namun demikian, strategi ini tidak bisa diterapkan secara sembarangan. Diperlukan asesmen yang mendalam, pemahaman akan karakteristik individu anak, serta pelaksanaan yang konsisten dan etis. Di samping itu, kerja sama antara keluarga, sekolah, dan tenaga profesional menjadi faktor kunci dalam keberhasilan jangka panjang.
Dengan pendekatan yang tepat, anak berkebutuhan khusus tidak hanya dapat menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan, tetapi juga dapat mencapai potensi terbaik mereka dalam belajar dan berinteraksi sosial.
Daftar Pustaka
• Alberto, P. A., & Troutman, A. C. (2013). Applied Behavior Analysis for Teachers (9th ed.). Pearson.
• Miltenberger, R. G. (2016). Behavior Modification: Principles
and Procedures (6th ed.). Cengage Learning.
• Baer, D. M., Wolf, M. M., & Risley, T. R. (1968). Some current dimensions of applied behavior analysis. Journal of Applied Behavior Analysis, 1(1), 91–97.
• Sugai, G., & Horner, R. H. (2009). Responsiveness-to-Intervention and (Alberto, 2013)
School-Wide Positive Behavior Supports: Integration of Multi Tiered System Approaches. Exceptionality, 17(4), 223–237.
• Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2020). Applied Behavior Analysis (3rd ed.). Pearson.