-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif

Rabu, 16 April 2025 | April 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-16T23:27:15Z

 Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif

Anna Nisrina Zulfa/2022015086

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

e-mail : nisrinanisrin.hmc@gmail.com




  1. Pendahuluan

Pendidikan memainkan peran penting dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa. Di Indonesia, pendidikan tidak hanya menjadi hak dasar setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UUD 1945, tetapi juga menjadi alat strategis untuk mencapai tujuan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan adalah hak yang harus diterima oleh setiap warga negara, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.


Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan dan bantuan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka sepenuhnya. Mereka disebut sebagai anak berkebutuhan khusus karena dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, mereka membutuhkan bantuan khusus. Layanan khusus, seperti layanan pendidikan, layanan sosial, bimbingan dan konseling, dan layanan lainnya, diperlukan untuk anak berkebutuhan khusus (Pristian Hadi Putra et al., 2021, p. 80–95).


Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memerlukan perawatan khusus karena mengalami gangguan perkembangan atau kelainan. Anak-anak ini memiliki perbedaan dalam beberapa hal, seperti proses pertumbuhan dan perkembangan mereka yang berbeda. penyimpangan atau kelainan fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional. Anak-anak dengan kebutuhan khusus di Indonesia termasuk anak-anak tunanetra, tuna rungu, anak-anak dengan kecacatan intelektual, dan anak-anak penyandang cacat motorik. anak-anak dengan gangguan emosi sosial, anak-anak dengan bakat cerdas, dan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik unik. Selain itu, setiap anak dengan kebutuhan khusus layanan yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik individu khusus juga diperlukan (Pitaloka & Safira Aura Fakhiratunnisa, 2022, hlm. 20).




  1. Pembahasan 

Permasalahan dalam penerapan pendidikan inklusi di Sekolah Dasar dapat dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

  1. Peserta didik

Peserta didik adalah orang yang terlibat dalam proses pembelajaran sepanjang hidupnya, menurut definisi yang umum diterima. Namun, ketika berbicara tentang bahasa sehari-hari, "peserta didik" mengacu pada siswa yang berada dalam lingkungan peserta didik sebagai kelompok yang konsisten. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat dan kualitas hidup secara keseluruhan. Menurut Ilahi dan Rose (2013), arti pendidikan sendiri adalah upaya untuk mengarahkan manusia untuk mencapai potensi maksimalnya. Agustin (2019). Beberapa masalah yang terkait dengan peserta didik telah diidentifikasi oleh Agustin (2019), termasuk:

  1. Kehadiran anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan berbagai masalah dalam satu kelas dapat menjadi tantangan besar bagi guru pembimbing khusus (GPK) untuk bekerja dengan baik.

  2. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengalami kesulitan mengikuti proses belajar karena ada perbedaan besar dalam kemampuan akademik antara mereka dan anak-anak reguler. Hal ini berarti penyesuaian yang cukup besar pada metode pembelajaran untuk ABK tersebut.

  3. Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dapat terganggu oleh perspektif anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tidak mampu mengikuti aturan.

  4. Siswa reguler terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sering kali tidak merasa empati atau menyadari kesulitan yang dihadapi anak ABK (Rizki Ailulia, 2021).


  1. Tenaga Pendidik

Tarnoto (2016) menyatakan bahwa banyak masalah muncul karena pemahaman guru saat menerapkan pembelajaran inklusi di sekolah dasar.
Pendidik sering menyatakan bahwa kurangnya adalah masalah utama. ketersediaan guru kelas pendamping. Selain itu, salah satu masalah utama yang menyebabkan masalah dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) adalah kurangnya kompetensi praktisi dalam mengelola anak berkebutuhan khusus (ABK). Selain itu, ada pemahaman yang kurang dari tenaga pendidik tentang cara menangani ABK di Sekolah Inklusi. Tenaga pendidik juga menghadapi tantangan karena latar belakang pendidikan praktisi yang tidak sesuai dan beban administrasi yang semakin meningkat. Selain itu, tenaga pendidik menghadapi masalah kesabaran yang kurang dalam menghadapi ABK dan kesulitan berkomunikasi dengan orang tua.

Selain itu, masalah yang muncul termasuk kurangnya pengetahuan tentang cara menangani anak dengan kebutuhan khusus, terutama karena sebagian besar tenaga pendidik berasal dari pendidikan umum daripada pendidikan khusus. Salah satu efeknya adalah kurangnya pengetahuan yang mendalam tentang cara mengatasi anak dengan kebutuhan khusus. Kurikulum yang tidak dirancang khusus untuk program sekolah inklusi juga menjadi kendala lain yang menghambat pelaksanaan program inklusi. Di samping itu, kekurangan fasilitas pendukung di sekolah juga menyebabkan kesulitan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus (Setianingsih & Listyarini, 2019).


  1. Penyediaan Materi Ajar

Sekolah dasar inklusif harus menyediakan dan mengadaptasi materi pembelajaran dalam berbagai format, seperti gambar, teks berukuran besar, huruf Braille, dan audio, untuk memenuhi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus (ABK). Sangat penting untuk melakukan upaya ini untuk memastikan bahwa setiap siswa memiliki akses pendidikan yang setara dan adil, sesuai dengan prinsip pendidikan inklusif. Namun, kenyataannya, ada banyak tantangan di sekolah dasar untuk menyediakan materi pembelajaran yang dapat disesuaikan. Ini termasuk kekurangan sumber daya dan tingkat kesiapan guru.


  1. Kegiatan Pembelajaran

Jika sistem tutor platoon tidak digunakan dalam proses pembelajaran, anak berkebutuhan khusus akan menghadapi kesulitan dalam menyerap materi pelajaran. Sistem platoon tutoring menjadi penting untuk membantu koordinasi dan anak-anak bekerja sama satu sama lain, yang membantu mereka menjadi lebih terstruktur saat melakukan kegiatan belajar-mengajar. Namun, masalah dengan sistem pendidikan di sekolah dasar masih belum memastikan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus akan berhasil memahami materi pelajaran. Hal ini terutama disebabkan oleh kekurangan media pembelajaran dan fasilitas yang belum lengkap (Elfiana & Widiyono, 2022).

Untuk membuat tujuan pembelajaran lebih mudah dicapai, metode yang digunakan tidak rumit. Sebaliknya, mereka dipilih berdasarkan karakteristik siswa ABK dan siswa lainnya. Pendidik dalam pendekatan klasik menggunakan teknik yang sederhana namun berhasil untuk memastikan bahwa siswa memahami apa yang mereka katakan. Namun, pendekatan khusus diperlukan untuk siswa ABK karena mereka cenderung merupakan siswa yang belajar lambat yang memerlukan penjelasan lebih lanjut dari guru. Pendidik juga sering mengalami kesulitan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat karena ada siswa ABK yang harus disesuaikan dengan siswa reguler lainnya. Namun, mereka tetap berusaha memilih metode yang tepat agar sebanyak mungkin siswa memahami materi dan guru tetap sabar dalam memberikan bimbingan bahkan ketika ada siswa yang masih belum memahami.

Tingkat pemahaman yang dimiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) tentang materi pembelajaran bervariasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat kecerdasan mereka, tetapi guru berusaha untuk memastikan semua siswa dapat memahami materi pelajaran. Tenaga pendidik harus mahir dalam membuat strategi untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, seperti mengatasi masalah, memusatkan perhatian, dll. Semua siswa dengan keterbatasan fisik, emosional, dan lainnya memiliki perkembangan yang berbeda dari siswa normal. Karena ini, kebutuhan siswa juga berbeda. Oleh karena itu, peran dan perhatian dari berbagai pihak sangat penting, termasuk praktisi pendidikan sebagai pendidik yang berinteraksi langsung dengan siswa.


  1. Penelitian

Pelatihan khusus bagi guru adalah salah satu kewajiban sekolah dasar dan sangat penting saat ini untuk mengelola kelas yang mencakup siswa berkebutuhan khusus (ABK) dan memberikan pengajaran inklusif. Pelatihan ini bertujuan agar guru memiliki pengetahuan, kemampuan, dan sikap yang sesuai untuk menangani keragaman karakteristik siswa dan membuat strategi pembelajaran yang ramah dan fleksibel untuk setiap siswa.Selain itu, sekolah harus menyediakan program peningkatan kesadaran (awareness) dan pelatihan bagi tenaga kependidikan lainnya, seperti staf administrasi dan petugas sekolah, agar mereka lebih memahami pentingnya pendidikan inklusif. Program-program ini dapat membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ABK dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih inklusif, mendukung, dan menyenangkan bagi semua siswa.


  1. Sarana dan Prasarana 

David Wijaya (2019) menyatakan bahwa sarana dan prasarana sangat penting untuk mencapai pendidikan inklusif di berbagai lembaga pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana sangat memengaruhi
Anak-anak memiliki kebutuhan khusus karena mereka bergantung pada media pembelajaran. Sekolah inklusif harus menyediakan berbagai jenis media pembelajaran yang beragam karena setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang berbeda. Namun, banyak sekolah inklusif tidak dapat memenuhi kebutuhan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK) (Agustin, 2019).

Selain itu, media pembelajaran adaptif belum digunakan secara efektif, dan siswa seringkali hanya memiliki media standar yang ditujukan untuk siswa reguler. Akibatnya, tidak ada media khusus yang dapat membantu pembelajaran. untuk membuat ABK lebih mudah dipahami (Hera, 2018).





  1. Kesimpulan

Salah satu langkah penting untuk mewujudkan sistem pendidikan yang adil bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), adalah penerapan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar. Meskipun demikian, berbagai masalah yang kompleks terus muncul dalam proses pelaksanaannya. Menurut penelitian, pendidikan inklusif terdiri dari delapan elemen utama: Peserta didik, tenaga pendidik, Menyediakan materi, kegiatan pembelajaran, Penelitian, sarana dan prasarana, kolaborasi dengan masyarakat, dan dukungan infrastruktur. Sayangnya, beberapa bagian masih belum ideal, terutama dalam hal kolaborasi antara sekolah, pemerintah, dan orang tua.

Salah satu kendala utama adalah kurangnya kerja sama yang efektif antara berbagai pihak yang terlibat, seperti penyelenggara pendidikan, instansi pemerintah, dan orang tua atau wali murid. Selain itu, banyak hambatan yang menghalangi lingkungan belajar yang benar-benar inklusif. Ini termasuk kurangnya pelatihan guru dalam menangani ABK, kurangnya media dan kurikulum yang sesuai, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung.

Akibatnya, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk meningkatkan kemampuan tenaga pendidik untuk menjalankan pembelajaran inklusif. Ini mencakup meningkatkan kemampuan guru untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan anak, menyediakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak, dan mengembangkan kurikulum tambahan yang relevan dengan kemampuan dan kebutuhan ABK. Kerja sama yang erat antara sekolah dan orang tua juga penting untuk membangun sistem pendukung yang kuat untuk pembelajaran anak.

Sekolah dasar inklusif diharapkan dapat menjadi tempat yang aman, nyaman, dan efektif untuk mengembangkan potensi semua siswa tanpa terkecuali, dengan dukungan dari semua pihak, termasuk masyarakat. Pendidikan yang berkualitas tinggi bukan hanya memberikan akses, tetapi juga menjamin bahwa anak-anak berkebutuhan khusus berpartisipasi sepenuhnya dan berhasil dalam pendidikan mereka.


















Daftar Pustaka


Asiyah, D. (2018). Dampak pola pembelajaran sekolah inklusi terhadap anak berkebutuhan khusus. Prophetic: Professional, Empathy, Islamic Counseling Journal, 1(01).


David Wijaya, S. E. (2019). Manajemen Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar. Prenada Media.

Andriyan, A., Hendriani, W., & Paramita, P. P. (2023). Pendidikan Inklusi: Tantangan dan Strategi Implementasinya. Psikologi Terapan Dan Pendidikan, 5(2), https://doi.org/https://doi.org/10.26555/jptp.v5i2.25076

Kemendikbud. (2022). Data Sebaran Satuan Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif

(SPPPI) Jenjang SD https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/data-sebaran-satuan-pendidikan- penyelenggara-pendidikan-inklusif-spppi-jenjang-sd 

Rizki Ailulia, A. W. (2021). Studi Kasus : Penangan Masalah School refusal melalui Teknik Self Instruction pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Konseling Indonesia, 7(1), 29–38.













×
Berita Terbaru Update