-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

TANTANGAN DAN SOLUSI DALAM PENERAPAN MODIFIKASI PRILAKU SD INKLUSIF

Rabu, 16 April 2025 | April 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-17T03:04:45Z

TANTANGAN DAN SOLUSI DALAM PENERAPAN MODIFIKASI  PRILAKU SD INKLUSIF 

Rina Triastuti/2022015090 

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

e-mail : rinatri0404@gmail.com 



Abstrak 

Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif menjadi strategi penting  dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi seluruh siswa, termasuk mereka  yang memiliki kebutuhan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan yang  dihadapi guru dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku serta solusi yang dikembangkan  untuk mengatasi hambatan tersebut. Studi dilakukan di beberapa Sekolah Dasar Inklusif yang  ada di Indonesia dengan pendekatan kualitatif deskriptif melalui observasi dan wawancara  mendalam kepada guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa. Hasil analisis menunjukkan  bahwa tantangan utama meliputi kurangnya pemahaman guru terhadap teknik modifikasi  perilaku, keterbatasan sumber daya pendukung, serta resistensi dari siswa dan orang tua.  Sebaliknya, solusi yang muncul mencakup pelatihan guru secara berkelanjutan, keterlibatan  aktif orang tua, serta penggunaan media pembelajaran yang menarik dan adaptif. Temuan ini  menegaskan pentingnya kolaborasi antar pihak serta pengembangan kapasitas guru dalam  mendukung keberhasilan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif. 

Kata Kunci : modifikasi perilaku, sekolah dasar inklusif, tantangan pendidikan, kebutuhan  khusus, strategi pembelajaran. 

Abstrack  

The implementation of behavior modification in inclusive elementary schools is an  important strategy in creating a conducive learning environment for all students, including  those with special needs. This study aims to analyze the challenges faced by teachers in 

implementing behavior modification techniques and the solutions developed to overcome  these obstacles. The study was conducted in several Inclusive Elementary Schools in  Indonesia with a descriptive qualitative approach through observation and in-depth  interviews with teachers, principals, and parents of students. The results of the analysis show  that the main challenges include teachers' lack of understanding of behavior modification  techniques, limited supporting resources, and resistance from students and parents. In  contrast, the solutions that emerged included ongoing teacher training, active involvement of  parents, and the use of interesting and adaptive learning media. These findings emphasize the  importance of collaboration between parties and teacher capacity development in supporting  the success of behavior modification in inclusive elementary schools. 

Keywords: behavior modification, inclusive elementary schools, educational challenges,  special needs, learning strategies 

PENDAHULUAN 

Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak tanpa terkecuali, termasuk anak-anak  yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif dan  merata, pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan telah mendorong implementasi  pendidikan inklusif di berbagai jenjang, termasuk pada tingkat sekolah dasar. Sekolah dasar  inklusif adalah lembaga pendidikan yang mengakomodasi keberagaman peserta didik, baik  dari segi latar belakang, kemampuan akademik, maupun kebutuhan khusus yang mereka  miliki. Keberadaan siswa berkebutuhan khusus dalam lingkungan kelas reguler menuntut  adanya adaptasi dan inovasi dalam strategi pembelajaran, salah satunya melalui pendekatan  modifikasi perilaku. 

Modifikasi perilaku adalah sekumpulan teknik dan pendekatan yang bertujuan untuk  mengubah perilaku individu agar lebih adaptif dalam lingkungan sosial dan akademik. Dalam  konteks sekolah dasar inklusif, pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pencapaian  akademik, tetapi juga pada peningkatan keterlibatan sosial serta pengembangan kemandirian  bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun, dalam pelaksanaannya, para pendidik sering kali  menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, seperti kurangnya pelatihan, keterbatasan  waktu, dan ketidakcocokan dari lingkungan sekolah itu sendiri (Aprizal, 2024; Sukartono et  al. , 2025).

Modifikasi perilaku adalah pendekatan sistematik yang bertujuan untuk mengubah  perilaku individu melalui penerapan prinsip-prinsip pembelajaran seperti penguatan  (reinforcement), hukuman (punishment), dan penghilangan (extinction). Dalam konteks  pendidikan, khususnya di sekolah dasar inklusif, modifikasi perilaku menjadi alat penting  dalam membantu siswa berperilaku sesuai dengan norma sosial dan akademik yang  diharapkan. Pendekatan ini tidak hanya berguna dalam mengatasi perilaku menyimpang,  tetapi juga dalam memperkuat perilaku positif seperti meningkatkan konsentrasi belajar,  keterlibatan sosial, serta kemandirian siswa. 

Banyak penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi berbagai hambatan dalam  penerapan pendidikan terintegrasi. Pendidikan terintegrasi adalah kurangnya motivasi untuk  mengajar (Amalia & Kurniawati, 2021), persepsi negatif para pendidik (Pratiwi et al., 2022),  dan penyesuaian lemah antara pihak -pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Namun,  beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ada berbagai solusi potensial yang dapat  digunakan, termasuk pelatihan berkelanjutan untuk guru, peran aktif guru kebutuhan khusus,  dan penggunaan strategi intervensi berdasarkan kebutuhan masing -masing siswa 

Meski demikian, praktik penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif tidak  terlepas dari berbagai tantangan. Beragamnya latar belakang siswa, keterbatasan pemahaman  guru tentang pendekatan ini, serta minimnya dukungan sumber daya menjadi hambatan nyata  di lapangan. Beberapa guru merasa belum memiliki kompetensi yang memadai untuk  menerapkan strategi modifikasi perilaku secara konsisten dan efektif. Tidak jarang pula  ditemui kasus di mana pendekatan ini gagal diterapkan karena kurangnya kolaborasi antara  guru kelas, guru pendamping khusus (GPK), dan orang tua siswa. 

Di sisi lain, terdapat pula berbagai inisiatif dan solusi yang mulai dikembangkan di  sekolah-sekolah dasar inklusif untuk mengatasi hambatan tersebut. Pelatihan dan workshop  mengenai pendekatan perilaku, pembentukan tim pendamping anak berkebutuhan khusus,  serta penggunaan media dan teknologi pendidikan adaptif merupakan beberapa upaya yang  mulai diimplementasikan dengan hasil yang cukup positif. Selain itu, komunikasi yang  intensif antara pihak sekolah dan keluarga juga terbukti memainkan peran kunci dalam  keberhasilan strategi modifikasi perilaku. 

Melalui artikel ini, penulis ingin mengkaji secara mendalam realitas penerapan  modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif, dengan menyoroti berbagai tantangan yang  muncul serta solusi yang dikembangkan. Fokus utama kajian ini terletak pada konteks 

sekolah dasar di Indonesia, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih relevan dengan  kondisi pendidikan di tanah air. Diharapkan, hasil analisis ini dapat menjadi referensi bagi  para pendidik, praktisi, dan pengambil kebijakan dalam meningkatkan kualitas layanan  pendidikan inklusif melalui penerapan strategi perilaku yang tepat sasaran dan berkelanjutan. 

PEMBAHASAN 

Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif merupakan strategi yang  sangat penting dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang adaptif dan ramah bagi  semua siswa. Dalam praktiknya, guru tidak hanya dihadapkan pada tantangan mengelola  kelas dengan heterogenitas tinggi, tetapi juga harus mampu memahami karakteristik  individual siswa berkebutuhan khusus serta menerapkan intervensi perilaku secara efektif dan  konsisten. Pembahasan ini menguraikan berbagai tantangan yang ditemukan di lapangan,  serta solusi yang dikembangkan di beberapa sekolah dasar inklusif di Indonesia. 

1. Tantangan dalam Penerapan Modifikasi Perilaku 

a. Kurangnya Pemahaman dan Pelatihan Guru 

Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah minimnya pemahaman dan  keterampilan guru dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku dengan efektif.  Menurut Amalia dan Kurniawati (2021), banyak guru di sekolah dasar inklusif belum  memiliki latar belakang pendidikan khusus, sehingga mereka kurang memahami  pendekatan yang tepat bagi siswa berkebutuhan khusus. Situasi ini berdampak pada  ketidakakuratan strategi pengelolaan kelas, kesulitan dalam mengenali perilaku  bermasalah, serta kurangnya intervensi yang berkelanjutan. 

Banyak guru di sekolah dasar inklusif belum memiliki pemahaman yang  memadai tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku. Hal ini disebabkan oleh  kurangnya pelatihan atau workshop khusus terkait strategi ini. Beberapa guru mengaku  belum familiar dengan teknik seperti penguatan positif, token economy, atau extinction,  sehingga cenderung mengandalkan pendekatan konvensional yang tidak selalu efektif  dalam konteks siswa berkebutuhan khusus. Di salah satu SD di Jakarta yang menjadi  lokasi observasi, guru cenderung menggunakan pendekatan hukuman verbal tanpa  memahami dampak jangka panjang terhadap kondisi psikologis siswa.

b. Keterbatasan Sumber Daya 

Keterbatasan jumlah guru pendamping khusus (GPK), minimnya alat bantu visual  atau media pendukung, serta lingkungan fisik sekolah yang belum sepenuhnya ramah  bagi anak berkebutuhan khusus menjadi hambatan utama. Sekolah-sekolah yang berada  di wilayah suburban atau pedesaan lebih sering menghadapi kendala ini. Misalnya,  sebuah SD inklusif di Jawa Tengah hanya memiliki satu GPK untuk mendampingi  lebih dari lima siswa berkebutuhan khusus, sehingga pendekatan modifikasi perilaku  sulit dijalankan secara individual. 

c. Resistensi dari Siswa dan Orang Tua 

Beberapa siswa menunjukkan resistensi terhadap intervensi perilaku, terutama  ketika strategi tersebut tidak disesuaikan dengan kebutuhan individual mereka.  Sebaliknya, orang tua juga kadang merasa intervensi seperti pemberian reward tidak  sejalan dengan nilai-nilai pendidikan di rumah, sehingga menimbulkan  ketidakkonsistenan antara pendekatan di sekolah dan di rumah. Salah satu guru yang  diwawancarai menyampaikan bahwa ada orang tua yang menolak penggunaan sistem  token economy karena dianggap memanjakan anak. 

d. Kompleksitas Kebutuhan Siswa 

Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang unik. Sebagian  besar guru mengaku mengalami kesulitan dalam menyesuaikan pendekatan perilaku  untuk anak dengan gangguan spektrum autisme, ADHD, atau hambatan emosional sosial yang memerlukan intervensi khusus. Ini menjadi tantangan besar, terutama bagi  guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa. 

2. Solusi Strategis yang Diterapkan di Sekolah Dasar Inklusif 

a. Pelatihan Berkelanjutan untuk Guru 

Beberapa sekolah mulai menjalin kerja sama dengan Lembaga Pendidikan  Tenaga Kependidikan (LPTK) dan dinas pendidikan setempat untuk menyelenggarakan  pelatihan modifikasi perilaku secara rutin. Pelatihan ini meliputi teori dasar, studi  kasus, hingga simulasi intervensi dalam setting kelas. Guru yang mengikuti pelatihan  mengaku lebih percaya diri dalam menggunakan strategi seperti penguatan positif,  shaping, dan fading dalam pembelajaran sehari-hari.

b. Kolaborasi dan Pendekatan Tim 

Pendekatan berbasis tim yang melibatkan guru kelas, GPK, kepala sekolah, serta  konselor sekolah terbukti efektif dalam menangani kasus-kasus perilaku kompleks. Tim  ini secara berkala melakukan evaluasi dan penyesuaian strategi berdasarkan  perkembangan perilaku siswa. Di beberapa sekolah, pembentukan satuan tugas inklusi  telah memberikan dampak positif terhadap konsistensi penerapan intervensi. 

c. Keterlibatan Aktif Orang Tua 

Salah satu kunci keberhasilan dalam modifikasi perilaku adalah konsistensi antara  rumah dan sekolah. Sekolah yang berhasil menerapkan intervensi perilaku secara  efektif cenderung menjalin komunikasi intensif dengan orang tua. Melalui kegiatan  parenting, workshop, dan home visit, orang tua dilibatkan untuk menerapkan strategi  serupa di rumah, sehingga perilaku anak dapat terbentuk secara konsisten. 

d. Pemanfaatan Media dan Teknologi 

Penggunaan alat bantu visual seperti kartu perilaku, chart perkembangan, serta  aplikasi pembelajaran interaktif mulai dimanfaatkan untuk menarik perhatian siswa dan  memperkuat perilaku positif. Di salah satu SD inklusif di Bandung, guru menggunakan  aplikasi sederhana untuk mencatat dan memberi reward harian yang disesuaikan  dengan preferensi siswa, sehingga terjadi peningkatan motivasi belajar secara  signifikan. 

3. Dampak Positif dari Penerapan Modifikasi Perilaku 

Meskipun menghadapi tantangan yang cukup besar, penerapan modifikasi  perilaku memberikan dampak positif yang nyata dalam proses belajar-mengajar di sekolah  dasar inklusif. Beberapa indikator keberhasilan yang teridentifikasi antara lain  meningkatnya fokus belajar siswa, penurunan frekuensi perilaku menyimpang,  peningkatan keterlibatan sosial siswa berkebutuhan khusus, serta terbentuknya iklim kelas  yang lebih suportif dan kooperatif. 

Selain itu, guru juga melaporkan bahwa penerapan teknik ini turut meningkatkan  kepuasan kerja mereka karena merasa lebih mampu menangani tantangan perilaku siswa  secara profesional. Lebih jauh, partisipasi orang tua juga meningkat ketika mereka melihat  perubahan positif pada anaknya di sekolah.

KESIMPULAN 

Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif merupakan strategi penting  untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi semua siswa, terutama mereka  yang memiliki kebutuhan khusus. Namun dalam praktiknya, penerapan strategi ini masih  menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya pemahaman guru terhadap pendekatan  perilaku, keterbatasan sumber daya dan tenaga pendidik khusus, serta kurangnya keterlibatan  orang tua dan resistensi dari siswa. Kompleksitas karakteristik siswa di kelas inklusif juga  menjadi faktor yang menuntut penyesuaian strategi secara individual. 

Meskipun demikian, berbagai solusi telah dikembangkan dan terbukti mampu  meningkatkan efektivitas modifikasi perilaku di lingkungan sekolah dasar. Di antaranya  adalah pelatihan berkelanjutan untuk guru, pembentukan tim kolaboratif lintas peran di  sekolah, pelibatan aktif orang tua dalam program intervensi, serta pemanfaatan media  pembelajaran dan teknologi yang adaptif. Solusi-solusi ini menunjukkan bahwa dengan  pendekatan yang tepat dan kolaboratif, hambatan dalam penerapan modifikasi perilaku dapat  diatasi secara bertahap. 

Secara keseluruhan, modifikasi perilaku tidak hanya membantu siswa dalam  membangun keterampilan sosial dan akademik, tetapi juga memperkuat kapasitas guru dan  komunitas sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar inklusif. Oleh  karena itu, diperlukan komitmen dari seluruh pihak guru, orang tua, sekolah, dan pemerintah 

untuk terus mendukung pengembangan kompetensi, penyediaan sumber daya, serta kebijakan  yang berpihak pada keberhasilan pendidikan inklusif di Indonesia. 

REFERENSI 

Aprizal, Inal. (2024). Strategi Inklusi Tantangan Dan Solusi Dalam Pembelajaran Siswa  Dengan Kebutuhan Khusus. Sumatera Barat : Jurnal Edu Research Indonesian Institute For  Corporate Learning And Studies (ICLS). 

Sukartono. Pratiwi, Wahyu, Dina. (2025). Persepsi Guru Terhadap Tantangan dan Peluang  dalam Implementasi Pendidikan Inklusi. Surakarta : Journal on Early Childhood, 2025, 8(1),  Pages 189-197.

Tanggur, S., Femberianus. Kause, Apriani. Nenohay, Srinti, Jinda. Mone, Venci, Derci.  Suan, Elmos, Stefen. Malafu, Lamris, Yangri. Taena, Gresensiana. ( 2025). Tantangan Dan  Solusi Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar. Citra Bangsa :  Jurnal Pendidikan lnklusif. 

Fikriatunnisa. Hapsari, Amalia, Marchenda. Yusman, Chofshof, Zannuba. Meilana, Fitri,  Septi. (2025). Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar : Tantangan  Dan Solusi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. 

Anggreani, Kesti. Tafsira, Ahsana, Nur. Febriyani, Trisna. Syafitri, Elsha. (2024).  Implementasi Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar: Tantangan Dan Strategi Efektif. Medan  : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Matematika.


×
Berita Terbaru Update