TANTANGAN DAN SOLUSI DALAM PENERAPAN MODIFIKASI PRILAKU SD INKLUSIF
Rina Triastuti/2022015090
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
e-mail : rinatri0404@gmail.com
Abstrak
Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif menjadi strategi penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi seluruh siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan yang dihadapi guru dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku serta solusi yang dikembangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Studi dilakukan di beberapa Sekolah Dasar Inklusif yang ada di Indonesia dengan pendekatan kualitatif deskriptif melalui observasi dan wawancara mendalam kepada guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa tantangan utama meliputi kurangnya pemahaman guru terhadap teknik modifikasi perilaku, keterbatasan sumber daya pendukung, serta resistensi dari siswa dan orang tua. Sebaliknya, solusi yang muncul mencakup pelatihan guru secara berkelanjutan, keterlibatan aktif orang tua, serta penggunaan media pembelajaran yang menarik dan adaptif. Temuan ini menegaskan pentingnya kolaborasi antar pihak serta pengembangan kapasitas guru dalam mendukung keberhasilan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif.
Kata Kunci : modifikasi perilaku, sekolah dasar inklusif, tantangan pendidikan, kebutuhan khusus, strategi pembelajaran.
Abstrack
The implementation of behavior modification in inclusive elementary schools is an important strategy in creating a conducive learning environment for all students, including those with special needs. This study aims to analyze the challenges faced by teachers in
implementing behavior modification techniques and the solutions developed to overcome these obstacles. The study was conducted in several Inclusive Elementary Schools in Indonesia with a descriptive qualitative approach through observation and in-depth interviews with teachers, principals, and parents of students. The results of the analysis show that the main challenges include teachers' lack of understanding of behavior modification techniques, limited supporting resources, and resistance from students and parents. In contrast, the solutions that emerged included ongoing teacher training, active involvement of parents, and the use of interesting and adaptive learning media. These findings emphasize the importance of collaboration between parties and teacher capacity development in supporting the success of behavior modification in inclusive elementary schools.
Keywords: behavior modification, inclusive elementary schools, educational challenges, special needs, learning strategies
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak tanpa terkecuali, termasuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif dan merata, pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan telah mendorong implementasi pendidikan inklusif di berbagai jenjang, termasuk pada tingkat sekolah dasar. Sekolah dasar inklusif adalah lembaga pendidikan yang mengakomodasi keberagaman peserta didik, baik dari segi latar belakang, kemampuan akademik, maupun kebutuhan khusus yang mereka miliki. Keberadaan siswa berkebutuhan khusus dalam lingkungan kelas reguler menuntut adanya adaptasi dan inovasi dalam strategi pembelajaran, salah satunya melalui pendekatan modifikasi perilaku.
Modifikasi perilaku adalah sekumpulan teknik dan pendekatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar lebih adaptif dalam lingkungan sosial dan akademik. Dalam konteks sekolah dasar inklusif, pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada peningkatan keterlibatan sosial serta pengembangan kemandirian bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun, dalam pelaksanaannya, para pendidik sering kali menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, seperti kurangnya pelatihan, keterbatasan waktu, dan ketidakcocokan dari lingkungan sekolah itu sendiri (Aprizal, 2024; Sukartono et al. , 2025).
Modifikasi perilaku adalah pendekatan sistematik yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu melalui penerapan prinsip-prinsip pembelajaran seperti penguatan (reinforcement), hukuman (punishment), dan penghilangan (extinction). Dalam konteks pendidikan, khususnya di sekolah dasar inklusif, modifikasi perilaku menjadi alat penting dalam membantu siswa berperilaku sesuai dengan norma sosial dan akademik yang diharapkan. Pendekatan ini tidak hanya berguna dalam mengatasi perilaku menyimpang, tetapi juga dalam memperkuat perilaku positif seperti meningkatkan konsentrasi belajar, keterlibatan sosial, serta kemandirian siswa.
Banyak penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi berbagai hambatan dalam penerapan pendidikan terintegrasi. Pendidikan terintegrasi adalah kurangnya motivasi untuk mengajar (Amalia & Kurniawati, 2021), persepsi negatif para pendidik (Pratiwi et al., 2022), dan penyesuaian lemah antara pihak -pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ada berbagai solusi potensial yang dapat digunakan, termasuk pelatihan berkelanjutan untuk guru, peran aktif guru kebutuhan khusus, dan penggunaan strategi intervensi berdasarkan kebutuhan masing -masing siswa
Meski demikian, praktik penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif tidak terlepas dari berbagai tantangan. Beragamnya latar belakang siswa, keterbatasan pemahaman guru tentang pendekatan ini, serta minimnya dukungan sumber daya menjadi hambatan nyata di lapangan. Beberapa guru merasa belum memiliki kompetensi yang memadai untuk menerapkan strategi modifikasi perilaku secara konsisten dan efektif. Tidak jarang pula ditemui kasus di mana pendekatan ini gagal diterapkan karena kurangnya kolaborasi antara guru kelas, guru pendamping khusus (GPK), dan orang tua siswa.
Di sisi lain, terdapat pula berbagai inisiatif dan solusi yang mulai dikembangkan di sekolah-sekolah dasar inklusif untuk mengatasi hambatan tersebut. Pelatihan dan workshop mengenai pendekatan perilaku, pembentukan tim pendamping anak berkebutuhan khusus, serta penggunaan media dan teknologi pendidikan adaptif merupakan beberapa upaya yang mulai diimplementasikan dengan hasil yang cukup positif. Selain itu, komunikasi yang intensif antara pihak sekolah dan keluarga juga terbukti memainkan peran kunci dalam keberhasilan strategi modifikasi perilaku.
Melalui artikel ini, penulis ingin mengkaji secara mendalam realitas penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif, dengan menyoroti berbagai tantangan yang muncul serta solusi yang dikembangkan. Fokus utama kajian ini terletak pada konteks
sekolah dasar di Indonesia, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih relevan dengan kondisi pendidikan di tanah air. Diharapkan, hasil analisis ini dapat menjadi referensi bagi para pendidik, praktisi, dan pengambil kebijakan dalam meningkatkan kualitas layanan pendidikan inklusif melalui penerapan strategi perilaku yang tepat sasaran dan berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif merupakan strategi yang sangat penting dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang adaptif dan ramah bagi semua siswa. Dalam praktiknya, guru tidak hanya dihadapkan pada tantangan mengelola kelas dengan heterogenitas tinggi, tetapi juga harus mampu memahami karakteristik individual siswa berkebutuhan khusus serta menerapkan intervensi perilaku secara efektif dan konsisten. Pembahasan ini menguraikan berbagai tantangan yang ditemukan di lapangan, serta solusi yang dikembangkan di beberapa sekolah dasar inklusif di Indonesia.
1. Tantangan dalam Penerapan Modifikasi Perilaku
a. Kurangnya Pemahaman dan Pelatihan Guru
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah minimnya pemahaman dan keterampilan guru dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku dengan efektif. Menurut Amalia dan Kurniawati (2021), banyak guru di sekolah dasar inklusif belum memiliki latar belakang pendidikan khusus, sehingga mereka kurang memahami pendekatan yang tepat bagi siswa berkebutuhan khusus. Situasi ini berdampak pada ketidakakuratan strategi pengelolaan kelas, kesulitan dalam mengenali perilaku bermasalah, serta kurangnya intervensi yang berkelanjutan.
Banyak guru di sekolah dasar inklusif belum memiliki pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan atau workshop khusus terkait strategi ini. Beberapa guru mengaku belum familiar dengan teknik seperti penguatan positif, token economy, atau extinction, sehingga cenderung mengandalkan pendekatan konvensional yang tidak selalu efektif dalam konteks siswa berkebutuhan khusus. Di salah satu SD di Jakarta yang menjadi lokasi observasi, guru cenderung menggunakan pendekatan hukuman verbal tanpa memahami dampak jangka panjang terhadap kondisi psikologis siswa.
b. Keterbatasan Sumber Daya
Keterbatasan jumlah guru pendamping khusus (GPK), minimnya alat bantu visual atau media pendukung, serta lingkungan fisik sekolah yang belum sepenuhnya ramah bagi anak berkebutuhan khusus menjadi hambatan utama. Sekolah-sekolah yang berada di wilayah suburban atau pedesaan lebih sering menghadapi kendala ini. Misalnya, sebuah SD inklusif di Jawa Tengah hanya memiliki satu GPK untuk mendampingi lebih dari lima siswa berkebutuhan khusus, sehingga pendekatan modifikasi perilaku sulit dijalankan secara individual.
c. Resistensi dari Siswa dan Orang Tua
Beberapa siswa menunjukkan resistensi terhadap intervensi perilaku, terutama ketika strategi tersebut tidak disesuaikan dengan kebutuhan individual mereka. Sebaliknya, orang tua juga kadang merasa intervensi seperti pemberian reward tidak sejalan dengan nilai-nilai pendidikan di rumah, sehingga menimbulkan ketidakkonsistenan antara pendekatan di sekolah dan di rumah. Salah satu guru yang diwawancarai menyampaikan bahwa ada orang tua yang menolak penggunaan sistem token economy karena dianggap memanjakan anak.
d. Kompleksitas Kebutuhan Siswa
Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang unik. Sebagian besar guru mengaku mengalami kesulitan dalam menyesuaikan pendekatan perilaku untuk anak dengan gangguan spektrum autisme, ADHD, atau hambatan emosional sosial yang memerlukan intervensi khusus. Ini menjadi tantangan besar, terutama bagi guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa.
2. Solusi Strategis yang Diterapkan di Sekolah Dasar Inklusif
a. Pelatihan Berkelanjutan untuk Guru
Beberapa sekolah mulai menjalin kerja sama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan dinas pendidikan setempat untuk menyelenggarakan pelatihan modifikasi perilaku secara rutin. Pelatihan ini meliputi teori dasar, studi kasus, hingga simulasi intervensi dalam setting kelas. Guru yang mengikuti pelatihan mengaku lebih percaya diri dalam menggunakan strategi seperti penguatan positif, shaping, dan fading dalam pembelajaran sehari-hari.
b. Kolaborasi dan Pendekatan Tim
Pendekatan berbasis tim yang melibatkan guru kelas, GPK, kepala sekolah, serta konselor sekolah terbukti efektif dalam menangani kasus-kasus perilaku kompleks. Tim ini secara berkala melakukan evaluasi dan penyesuaian strategi berdasarkan perkembangan perilaku siswa. Di beberapa sekolah, pembentukan satuan tugas inklusi telah memberikan dampak positif terhadap konsistensi penerapan intervensi.
c. Keterlibatan Aktif Orang Tua
Salah satu kunci keberhasilan dalam modifikasi perilaku adalah konsistensi antara rumah dan sekolah. Sekolah yang berhasil menerapkan intervensi perilaku secara efektif cenderung menjalin komunikasi intensif dengan orang tua. Melalui kegiatan parenting, workshop, dan home visit, orang tua dilibatkan untuk menerapkan strategi serupa di rumah, sehingga perilaku anak dapat terbentuk secara konsisten.
d. Pemanfaatan Media dan Teknologi
Penggunaan alat bantu visual seperti kartu perilaku, chart perkembangan, serta aplikasi pembelajaran interaktif mulai dimanfaatkan untuk menarik perhatian siswa dan memperkuat perilaku positif. Di salah satu SD inklusif di Bandung, guru menggunakan aplikasi sederhana untuk mencatat dan memberi reward harian yang disesuaikan dengan preferensi siswa, sehingga terjadi peningkatan motivasi belajar secara signifikan.
3. Dampak Positif dari Penerapan Modifikasi Perilaku
Meskipun menghadapi tantangan yang cukup besar, penerapan modifikasi perilaku memberikan dampak positif yang nyata dalam proses belajar-mengajar di sekolah dasar inklusif. Beberapa indikator keberhasilan yang teridentifikasi antara lain meningkatnya fokus belajar siswa, penurunan frekuensi perilaku menyimpang, peningkatan keterlibatan sosial siswa berkebutuhan khusus, serta terbentuknya iklim kelas yang lebih suportif dan kooperatif.
Selain itu, guru juga melaporkan bahwa penerapan teknik ini turut meningkatkan kepuasan kerja mereka karena merasa lebih mampu menangani tantangan perilaku siswa secara profesional. Lebih jauh, partisipasi orang tua juga meningkat ketika mereka melihat perubahan positif pada anaknya di sekolah.
KESIMPULAN
Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif merupakan strategi penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi semua siswa, terutama mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Namun dalam praktiknya, penerapan strategi ini masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya pemahaman guru terhadap pendekatan perilaku, keterbatasan sumber daya dan tenaga pendidik khusus, serta kurangnya keterlibatan orang tua dan resistensi dari siswa. Kompleksitas karakteristik siswa di kelas inklusif juga menjadi faktor yang menuntut penyesuaian strategi secara individual.
Meskipun demikian, berbagai solusi telah dikembangkan dan terbukti mampu meningkatkan efektivitas modifikasi perilaku di lingkungan sekolah dasar. Di antaranya adalah pelatihan berkelanjutan untuk guru, pembentukan tim kolaboratif lintas peran di sekolah, pelibatan aktif orang tua dalam program intervensi, serta pemanfaatan media pembelajaran dan teknologi yang adaptif. Solusi-solusi ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat dan kolaboratif, hambatan dalam penerapan modifikasi perilaku dapat diatasi secara bertahap.
Secara keseluruhan, modifikasi perilaku tidak hanya membantu siswa dalam membangun keterampilan sosial dan akademik, tetapi juga memperkuat kapasitas guru dan komunitas sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar inklusif. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari seluruh pihak guru, orang tua, sekolah, dan pemerintah
untuk terus mendukung pengembangan kompetensi, penyediaan sumber daya, serta kebijakan yang berpihak pada keberhasilan pendidikan inklusif di Indonesia.
REFERENSI
Aprizal, Inal. (2024). Strategi Inklusi Tantangan Dan Solusi Dalam Pembelajaran Siswa Dengan Kebutuhan Khusus. Sumatera Barat : Jurnal Edu Research Indonesian Institute For Corporate Learning And Studies (ICLS).
Sukartono. Pratiwi, Wahyu, Dina. (2025). Persepsi Guru Terhadap Tantangan dan Peluang dalam Implementasi Pendidikan Inklusi. Surakarta : Journal on Early Childhood, 2025, 8(1), Pages 189-197.
Tanggur, S., Femberianus. Kause, Apriani. Nenohay, Srinti, Jinda. Mone, Venci, Derci. Suan, Elmos, Stefen. Malafu, Lamris, Yangri. Taena, Gresensiana. ( 2025). Tantangan Dan Solusi Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar. Citra Bangsa : Jurnal Pendidikan lnklusif.
Fikriatunnisa. Hapsari, Amalia, Marchenda. Yusman, Chofshof, Zannuba. Meilana, Fitri, Septi. (2025). Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar : Tantangan Dan Solusi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar.
Anggreani, Kesti. Tafsira, Ahsana, Nur. Febriyani, Trisna. Syafitri, Elsha. (2024). Implementasi Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar: Tantangan Dan Strategi Efektif. Medan : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Matematika.