Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif
Sebastian Dona Pramana/ 2022015133
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Pendahuluan: Pendidikan adalah jenis upaya yang direncanakan dan dilakukan dengan tujuan membangun proses pembelajaran aktif agar siswa dapat memaksimalkan potensi mereka. Dalam menghadapi tantangan yang semakin meningkat di abad ke-21, pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif (Asyarietal, 2023).Pendidikan memberikan pengetahuan, keterampilan, dan moral yang diperlukan untuk sukses dalam kehidupan sosial, profesional, dan pribadi.Inimembuka peluang, meningkatkan pengetahuan, dan memungkinkan orang untuk membuat kontribusi positif kepada masyarakat dan dunia secara keseluruhan. Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap orang untuk menjadi lebih bermartabat dan bertahan hidup (Christyastari et al., 2023). Pendidikan berkualitas tinggi adalah hak yang sama bagi setiap warga negara. Hak asasi tertinggi setiap orang, termasuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, adalah pendidikan (Yunitaetal, 2019).
Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan belajar yang sama bagi semua anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, dan memungkinkan mereka belajar di sekolah reguler bersama teman sebaya mereka. Pada tingkat sekolah dasar, penerapan pendidikan inklusif menjadi sangat penting karena pada titik untuk membangun sebuah kepribadian, kemampuan sosial serta perilaku anak mulai dibentuk. Namun demikian, keanekaragaman sifat siswa di kelas inklusif sering menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal pengendalian perilaku.
Modifikasi perilaku adalah metode yang digunakan untuk mengatasi masalah perilaku di kelas inklusif. Ini didasarkan pada teori psikologi, terutama teori pembelajaran, dan bertujuan untuk meningkatkan perilaku positif dan mengurangi perilaku yang mengganggu proses belajar. Metode ini dapat sangat membantu guru dalam mengembangkan perilaku adaptif pada siswa reguler dan berkebutuhan khusus.
Namun, dalam kehidupan nyata, modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif sering menghadapi banyak tantangan. Jumlah siswa yang banyak, keterbatasan waktu kelas, kurangnya dukungan dari orang tua dan lingkungan sekolah, dan kurangnya pelatihan guru tentang cara mengubah perilaku adalah beberapa dari masalah tersebut. Selain itu, karena kebutuhan setiap siswa sangat beragam, guru harus menyesuaikan pendekatan mereka untuk setiap siswa secara individual. Ini kadang-kadang menjadi tantangan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengidentifikasi secara menyeluruh berbagai kesulitan yang dihadapi saat menerapkan perubahan perilaku di lingkungan sekolah dasar inklusif. Selain itu, diperlukan berbagai solusi yang praktis dan efisien untuk memastikan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan secara efektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeriksa berbagai masalah ini dan memberikan solusi yang dapat digunakan oleh guru dan tenaga pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendukung perkembangan holistik setiap siswa.
Pembahasan: Pendidikan inklusif di Indonesia didasarkan pada kesadaran yang semakin meningkat tentang pentingnya memberikan kesempatan belajar yang setara bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif di mana semua orang dapat bekerja sama, serta mendukung antara satu sama lain, untuk mencapai potensi terbaik mereka (Setiawanetal, 2020). Namun demikian, ada beberapa masalah yang perlu ditangani dalam praktiknya (Budijanto & Rahmanto, 2021). Jumlah sumber daya manusia yang berpengalaman yang tersedia untuk pendidikan inklusif sangat terbatas. Banyak pendidik tidak tahu cara mengelola kebutuhan pendidikan khusus di kelas dan tidak memahami strategi pengajaran inklusif. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan keterlibatan siswa dengan kebutuhan khusus.
1.Tantangan dalam menerapkan Pendidikan Inklusi
Sangat sulit untuk menerapkan pendidikan inklusif, tidak seperti membalikkan telapak tangan, Ada banyak tantangan yang harus di hadapi di dalam dan di luar sekolah. Hambatan pertama adalah dari staf pengajar atau guru. Guru memiliki peran penting dalam mengajar pendidikan inklusif. Ini akan menjadi hambatan pertama untuk mewujudkan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusi di Indonesia masih mengalami kendala. Salah satu masalahnya adalah guru tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan dasar ABK. Khususnya, guru tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menangani ABK, dan sikap mereka terhadap ABK masih dipandang sebelah mata (juwono & kumara, 2011).
Winarti (2015) menyatakan bahwa kualitas guru yang memadai tidak mendukung kondisi guru. Guru khusus masih dianggap tidak sensitif dan proaktif terhadap masalah yang dialami. Selain itu, Winarti menyatakan bahwa belum ada aturan yang jelas tentang peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing guru. Tidak ada diskusi reguler, model kolaborasi yang tersedia sebagai pedoman, dan dukungan keuangan yang memadai untuk pelaksanaan tugas (Winarti, 2015).
Untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif, diperlukan sarana dan infrastruktur yang baik selain guru. Namun, kenyataannya, sarana dan prasarana tersebut masih terbatas. Untuk yang terbaik, mereka memang membutuhkan banyak. Ini karena sekolah harus memenuhi berbagai kebutuhan anak dengan kebutuhan khusus yang berbeda, seperti alat bantu dengar, buku timbul, dan harus disesuaikan dengan kondisi ABK. Keterbatasan ini akan menghambat pendidikan internal untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Kurangnya infrastruktur dan fasilitas yang dimiliki oleh faktor biaya adalah masalah utama (Pratiwi, 2015).
Pemerintah juga harus menyiapkan dana untuk fasilitas dan infrastruktur di sekolah reguler untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Pratiwi (2015) menyatakan bahwa kepala sekolah dapat memberikan proposal dana kepada pemerintah terkait karena komunikasi yang baik antara sekolah dan pemerintah diharapkan dapat membantu anak-anak dengan kebutuhan khusus mendapatkan pelayanan terbaik. Orang tua dan masyarakat harus menyadari peran sekolah dan lembaga terkait.
2. Solusi dalam penerapan pembelajaran kepada siswa Inklusif
Dengan selalu mengembangkan metode, pendekatan, dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik individu siswa, guru menunjukkan ketekunan dan kreativitas mereka. Mereka juga terus memotivasi siswa dan menunjukkan bagaimana nilai-nilai pembelajaran berkaitan dengan situasi kehidupan nyata para siswa. Akibatnya, minat dan antusiasme siswa untuk belajar tetap ada. Sekolah juga memberikan berbagai bentuk dukungan, seperti memberikan pelatihan untuk pengembangan profesional guru, memfasilitasi kerja sama dan berbagi pengalaman antar guru, memberikan akses ke sumber belajar digital, dan memberikan kesempatan bagi guru untuk mendapatkan umpan balik terus-menerus dari siswa dan orang tua tentang cara mereka meningkatkan pembelajaran.
Guru memberikan penjelasan tambahan, contoh, dan latihan tambahan yang dikhususkan untuk siswa yang mengalami kesulitan memahami materi tertentu. Hal ini memungkinkan guru untuk mengambil pendekatan yang lebih individual dengan siswa. Di sini, kesabaran dan ketekunan guru sangat diandalkan untuk terus mendampingi siswa hingga mereka benar-benar memahami materi yang sulit tersebut. Sekolah juga melakukan upaya untuk membantu siswa belajar mandiri di luar kelas dengan menyediakan modul, video pembelajaran, dan bahan bacaan. Selain itu, sekolah aktif melibatkan orang tua siswa dalam program parenting, yang bertujuan untuk mendidik orang tua agar mereka dapat membantu anak-anak mereka belajar agama di rumah, meningkatkan pemahaman mereka tentang agama. Sebaliknya, siswa diminta untuk berpartisipasi secara aktif. Mereka harus melakukan hal-hal seperti bertanya saat mereka tidak mengerti, mencatat informasi penting tentang materi, dan mengulang pelajaran di rumah bersama orang tua.
implementasi metode pembelajaran inklusif, Metode ini memperhatikan keragaman latar belakang siswa dan berusaha menyampaikan materi secara mudah diakses untuk semua siswa. Untuk memungkinkan guru masuk ke berbagai jalur pembelajaran siswa dan memberi mereka cara yang berbeda untuk menyerap informasi, mereka harus kreatif dalam mengemas dan menyajikan konten. Metode ini memastikan bahwa siswa tidak "tertinggal" dalam pembelajaran, yang membuatnya berhasil.
Kesimpulan: Pendidikan inklusif di sekolah dasar masih menghadapi banyak masalah yang cukup sulit, baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah. Kesiapan guru terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah tantangan terbesar. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya pelatihan, dan prasarana seperti alat bantu pembelajaran khusus.
Namun, ada banyak cara untuk mengatasi masalah tersebut yang telah dikembangkan dan dapat digunakan. Di antaranya adalah menciptakan pendekatan pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa, menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan siswa, Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam mendukung pendidikan di rumah juga penting untuk keberhasilan pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif hanya dapat dilaksanakan jika guru, sekolah, orang tua, dan pemerintah bekerja sama. Keberhasilan pendidikan inklusif bukan hanya tergantung pada guru yang baik, tetapi juga pada sistem yang memadai untuk membuat lingkungan belajar yang ramah, adil, dan adil bagi semua siswa.
Referensi:
Astuti, I. (2022). Relasi Guru Dan Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Siswa Pada Masa Pandemi Di MI Modern Al-Azhary Lesmana Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Institut Agama Islam Negeri Purwokerto (Indonesia).
Pratiwi,J.C.(2015,November).Sekolahinklusiuntukanakberkebutuhankhusus:tanggapanterhadaptantangankedepannya.In Seminar Nasional Ilmu Pendidikan UNS2015. Sebelas Maret University.
Arifah, C., Rakhmat, C., & Mulyadi, S. (2023). Media Digital Sebagai Upaya Optimalisasi Keterampilan Menyimak Anak Berkebutuhan Khusus. Naturalistic: Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, 7(2), 1694–1698