TANTANGAN DAN SOLUSI DALAMPENERAPAN MODIFIKASI PRILAKU SD INKLUSIF
Rizky Clara Chitra/2022015115
E-mail : rizkyclarachitra@gmail.com
Abstract
The implementation of behavior modification in inclusive primary schools is an important strategy in supporting the academic and social development of students with special needs. However, in practice, various challenges arise from teachers, the school environment andlimited resources. This article aims to examine the main challenges in implementing behaviormodification and of er solutions based on findings from previous studies. Using a literatureanalysis approach of five primary sources, the article highlights issues such as lackof teacher training, learning environment resistance, and inappropriate intervention strategies. Solutions include strengthening the role of special education teachers, practice-basedtraining and multidisciplinary collaboration. This article is expected to provideacomprehensive overview for educators and policy makers in developing ef ectiveandsustainable inclusion practices at the primary school level.
Keywords: Behavior modification, inclusive education, primary school, students withspecial needs, learning strategies, teacher role
Pendahuluan
Pendidikan inklusif adalah jenis pendidikan yang memberikan perhatiankepadasemua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, untuk berbagi lingkungan pendidikandan belajar bersama. Ditingkat sekolah dasar, pendekatan ini menjadi sangat krusial karenafase ini merupakan tahap awal pembentukan karakter dan perilaku anak. Namun, kehadiransiswa dengan kebutuhan khusus dalam satu ruang kelas yang sama dengan siswa regulermemunculkan dinamika baru dalam proses pembelajaran. Di antara metode yang digunakanuntuk mengakomodasi perbedaan karakteristik perilaku siswa adalah melalui strategi modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku merupakan serangkaian teknik dan pendekatan yang bertujuanuntuk mengubah perilaku individu menjadi lebih adaptif terhadap lingkungan sosial danakademik. Dalam konteks sekolah dasar inklusif, strategi ini tidak semata-mata dimaksudkanuntuk mendukung keberhasilan akademik, tetapi juga untuk mendorong keterlibatansosial dan pengembangan kemandirian siswa berkebutuhan khusus. Namun, dalamimplementasinya, para pendidik sering kali dihadapkan pada tantangan yang kompleks,
seperti kurangnya pelatihan, keterbatasan waktu, dan resistensi dari lingkungan sekolahitusendiri (Aprizal, 2024; Sukartono et al., 2025).
Sejumlah penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi berbagai hambatandalampenerapan pendidikan inklusif, mulai dari kurangnya kesiapan guru (Amalia &Kurniawati, 2021), persepsi negatif dari tenaga pendidik (Pratiwi et al., 2022), hingga lemahnyakoordinasi antar pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Meski demikian, beberapastudi juga menunjukkan bahwa terdapat berbagai solusi potensial yang dapat diterapkan, termasuk pelatihan berkelanjutan untuk guru, peran aktif guru pendamping khusus, sertapenerapan strategi intervensi berbasis kebutuhan individu siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi kesulitan dan solusi dalam menerapkan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif. Denganmengacu pada kajian literatur dari lima referensi utama, tulisan diharapkan hal ini akanmemberikan wawasan yang relevan bagi para pendidik, cendikiawan dan pengambil keputusan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang lebih ramah dan adaptif terhadapkeberagaman peserta didik.
Pembahasan
1. Tantangan dalam Penerapan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif
Implementasi modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif tidak terlepas dari berbagai kendala yang kompleks. Beberapa tantangan utama yang diidentifikasi dari literatur antara lain mencakup aspek kompetensi guru, kondisi lingkungan belajar, keterbatasan sumber daya, serta faktor psikososial siswa.
a. Kurangnya Pelatihan dan Kompetensi Guru
Salah satu tantangan paling dominan adalah kurangnya pemahaman danketerampilan guru dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku secara efektif. Menurut Amalia & Kurniawati (2021), banyak guru di sekolah dasar inklusif belummemiliki latar belakang pendidikan khusus sehingga kurang memahami pendekatanyang sesuai bagi siswa berkebutuhan khusus. Hal ini berdampak pada ketidaktepatanstrategi pengelolaan kelas, kesulitan mengenali perilaku bermasalah, dan kurangnyaintervensi yang berkelanjutan.
b. Ketidaksiapan Lingkungan Belajar
Lingkungan sekolah, termasuk fasilitas fisik dan budaya sekolah, belum
sepenuhnya mendukung praktik inklusif. Pratiwi et al. (2022) menyoroti bahwa banyak sekolah belum menyediakan ruang atau alat bantu yang memadai untuksiswaberkebutuhan khusus. Selain itu, masih terdapat resistensi dari sebagian guru danorang tua siswa reguler yang memandang kehadiran siswa berkebutuhan khusus sebagai gangguan terhadap proses pembelajaran umum.
c. Keterbatasan Sumber Daya dan Dukungan Profesional
Sukartono, Pratiwi, dan Dina (2025) mengemukakan bahwa banyak sekolahtidak memiliki akses terhadap profesional pendukung seperti psikolog, terapis, atauguru pendamping khusus (GPK) secara memadai. Akibatnya, guru reguler harus menangani berbagai tantangan perilaku tanpa dukungan teknis yang memadai. d. Tantangan Emosional dan Sosial pada Siswa
Perilaku menarik diri, tidak responsif, dan bahkan agresif sering muncul sebagai bentuk adaptasi dari siswa berkebutuhan khusus terhadap tekanan lingkunganbelajar. Aprizal (2024) mencatat bahwa beberapa siswa menunjukkan perilakuagresif, menarik diri, atau tidak responsif terhadap instruksi. Modifikasi perilaku memerlukanpendekatan yang konsisten dan individual, namun dalam kelas yang besar danheterogen, penerapan strategi ini menjadi sulit dilakukan secara optimal.
2. Solusi atas Tantangan yang Dihadapi
Meski menghadapi banyak kendala, berbagai studi menawarkan pendekatansolusi yang dapat diterapkan dalam konteks sekolah dasar inklusif. Solusi ini mencakupaspekpelatihan guru, pendekatan kolaboratif, serta penguatan peran guru pendampingdanpartisipasi keluarga.
a. Penguatan Kompetensi Guru melalui Pelatihan Praktis Peningkatan kompetensi guru menjadi langkah fundamental. Pelatihan berbasis praktik seperti workshopstrategi intervensi perilaku, studi kasus, dan simulasi penanganan perilakusangat diperlukan. Amalia & Kurniawati (2021) menegaskan bahwa pelatihanyangterfokus pada keterampilan teknis dapat meningkatkan rasa percaya diri gurudalam menangani siswa dengan kebutuhan khusus.
b. Pelibatan Guru Pendamping Khusus (GPK) Keberadaan GPKterbukti menjadi salah satu kunci keberhasilan implementasi pendidikan inklusif. Pratiwi et al.
(2022) menekankan bahwa GPK memiliki kompetensi khusus dalammengidentifikasi kebutuhan perilaku siswa dan merancang strategi intervensi individual. Kolaborasi antara guru reguler dan GPK memungkinkan terciptanyalingkungan kelas yang lebih inklusif dan terkelola dengan baik.
c. Kolaborasi Multidisipliner dan Keterlibatan Keluarga Solusi lainnya adalahdenganmembentuk tim pendukung yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti konselor sekolah, psikolog, dan ahli terapi perilaku. Dukungan keluargajugamenjadi faktor penting dalam keberhasilan modifikasi perilaku. Sukartonoet al. (2025) menunjukkan bahwa ketika orang tua dilibatkan dalamproses intervensi, perubahan perilaku siswa lebih cepat terlihat dan bertahan lebih lama.
d. Pengembangan Lingkungan Sekolah yang Inklusif dan Responsif Sekolahperlumembangun budaya yang mendukung keberagaman dan menghargai perbedaan. Hal ini bisa dilakukan melalui edukasi kepada seluruh warga sekolah, pembentukan kebijakan inklusif yang jelas, serta penyediaan fasilitas danalat bantu yang relevan. Aprizal (2024) menekankan pentingnya pemimpin sekolahdalam mendorong perubahan budaya ini agar strategi modifikasi perilakudapat berjalan secara sistemik.
Kesimpulan
Penerapan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif merupakan komponenpenting dalam mendukung keberhasilan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Namun, implementasinya tidak terlepas dari berbagai kesulitan, seperti ketiadaan kompetensi instruktur, sumber daya dan fasilitas yang langka, dan dinamika sosial emosional yangkompleks. Keseluruhan tantangan ini menunjukkan bahwa penerapan strategi modifikasi perilaku tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan membutuhkan pendekatanyangmetodis dan kooperatif.
Melatih guru untuk meningkatkan kapasitas mereka adalah salah satu solusi yangdapat dilakukan, pelibatan guru pendamping khusus, pengembangan kolaborasi multidisipliner, serta pembentukan lingkungan sekolah yang lebih responsif terhadapkeberagaman. Dengan dukungan kebijakan yang kuat dan pelibatan aktif seluruh komponensekolah, modifikasi perilaku dapat menjadi strategi yang efektif untuk menciptakanpembelajaran yang inklusif, humanis, dan adaptif terhadap kebutuhan semua peserta didik.
Daftar Referensi
Amalia, R., & Kurniawati, D. (2021). Kompetensi guru dalam menangani siswaberkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Jurnal Pendidikan Inklusif, 9(1), 15–25.
Aprizal, M. (2024). Strategi modifikasi perilaku untuk siswa dengan kebutuhan khusus: Studi kasus di sekolah dasar inklusif. Jurnal Psikologi Pendidikan, 12(2), 112–120
Pratiwi, L., Nugraheni, S., & Rahmawati, T. (2022). Resistensi lingkungan belajar terhadapimplementasi pendidikan inklusif di tingkat dasar. Edukasi: Jurnal PendidikandanPembelajaran, 14(3), 87–98
Sukartono, B., Pratiwi, L., & Dina, F. (2025). Kolaborasi multidisipliner dalammendukungpembelajaran inklusif di sekolah dasar. Jurnal Kajian Pendidikan Dasar, 11(1), 44–58.
Yuliana, S., & Hartono, A. (2023). Peran guru pendamping khusus dalammeningkatkanefektivitas intervensi perilaku di kelas inklusif. Jurnal Pendidikan Khusus, 7(2), 65–73.